Sebelum lanjut membaca, tulisan ini bukanlah sebuah review film. Cuma iseng aja. Isinya mungkin bakalan lebih banyak bahas tentang bagaimana ekspresi dan ke-norak-an ku yang 'agak' kaget ketika mendengar dentuman suara “duarrr!”, ledakan “boom!” di medan perang, terngaga ketika melihat metode perubahan bentuk dari truk menjadi robot kemudian sebaliknya. Lebih ngerasa ngga pantes aja sih, kalo ngasih judul review. Siapalah juga aku, mau sok-sok an ngereview film dengan budget jutaan dolar ini. Bikin instastory saja yang nonton cuma 13 orang. 1 orang keluarga sendiri. 2 orang akun zombie. 10 sisanya ngga sengaja kepencet.
***
Menonton film bagiku sudah bagai candu. Meskipun ya ngga mau munafiq sih, kebanyakan biasanya emang nonton ya dari bioskop dengan imbuhan .com, .net, .tv, dan sebangsanya. Tergantung yang belum di block yang mana. Namun seiring bertumbuh tebalnya kumis dan jenggot, serta harapan ingin memiliki dirimu, pengetahuan tentang bagaimana susahnya pembuatan film, apresiasi effort dan ide yang di godok berbulan-bulan, hingga sebagai alibi buat sekedar PDKT sama gebetan #uhuk. Nonton di bioskop sudah punya kesan dan nilai tersendiri buatku.
Jujur, untuk menonton film di bioskop, aku adalah orang yang pilih-pilih. Kecuali kalo nontonya dibayarin #ehm. Simpelnya, kalau menurut beberapa reviewer ternama yang muncul di page pertama gugel filmnya bagus, barulah pergi nonton. Juga lebih mengutamakan film produksi Indonesia. Ngga mau sok-sok-an cinta produk lokal, soalnya link download film luar keluarnya cepet. #udahgituaja Haha. Namun, Transformers : The Last Knight ini bisa dibilang adalah pengecualian di pasca lebaran kali ini. Kembali ke persepsi awal tadi sih. Ketika baca-baca review film Indonesia yang tayang pasca lebaran, agak gimana gitu. Nah pas nyampe di bioskopnya, eh ternyata versi 3Dnya cuma selisih 5rb saja dari harga tiket biasa. Jadilah nyari pinjaman ke adek yang sengaja aku ajak karena pendapatan uang THRannya bejibun. Kakak yang tydak mendydyk ~
Tiket pun di print dengan bunyi “cekiiit-cekiiit” dari mesin pencetak tiket. Uang pinjaman dibayar. Lalu dengan senyuman aduhai mbak-mbak rok belahan *hampir* sepaha, aku pun masuk dan duduk bersebelahan dengan mbak-mbak tadi.
Loh mbak?
Loh mas?
Mbak?
Mas?
Mb...
Mas... Masuknya ke pintu theater 4 ya mas... Jangan di meja kasir. Ini tempat buat beli karcis.
Seketika mata pria-pria dan bapak-bapak yang ngantri di depan kasir menatapku dengan aurakasih membunuh. Panas. Amarah. Bergelora. Membara. Mera...
#plak!
Mari bapak antrian selanjutnya...
Jujur, untuk menonton film di bioskop, aku adalah orang yang pilih-pilih. Kecuali kalo nontonya dibayarin #ehm. Simpelnya, kalau menurut beberapa reviewer ternama yang muncul di page pertama gugel filmnya bagus, barulah pergi nonton. Juga lebih mengutamakan film produksi Indonesia. Ngga mau sok-sok-an cinta produk lokal, soalnya link download film luar keluarnya cepet. #udahgituaja Haha. Namun, Transformers : The Last Knight ini bisa dibilang adalah pengecualian di pasca lebaran kali ini. Kembali ke persepsi awal tadi sih. Ketika baca-baca review film Indonesia yang tayang pasca lebaran, agak gimana gitu. Nah pas nyampe di bioskopnya, eh ternyata versi 3Dnya cuma selisih 5rb saja dari harga tiket biasa. Jadilah nyari pinjaman ke adek yang sengaja aku ajak karena pendapatan uang THRannya bejibun. Kakak yang tydak mendydyk ~
Tiket pun di print dengan bunyi “cekiiit-cekiiit” dari mesin pencetak tiket. Uang pinjaman dibayar. Lalu dengan senyuman aduhai mbak-mbak rok belahan *hampir* sepaha, aku pun masuk dan duduk bersebelahan dengan mbak-mbak tadi.
Loh mbak?
Loh mas?
Mbak?
Mas?
Mb...
Mas... Masuknya ke pintu theater 4 ya mas... Jangan di meja kasir. Ini tempat buat beli karcis.
Seketika mata pria-pria dan bapak-bapak yang ngantri di depan kasir menatapku dengan aura
#plak!
Mari bapak antrian selanjutnya...
***
Aku pun duduk di kursi sesuai dengan kode
Ngga penting sih sebenarnya, tapi ini adalah kali pertama aku nyobain nonton film di bioskop versi 3D. Jadi rasa excited akan seperti apa filmnya nanti benar-benar sangat mendebarkan. Ibarat kamu duduk diantara dua pasangan muda-mudi di dalem bioskop gelap, sisi kanan saling pegangan tangan, sisi kiri pelukan, dan kamu sendirian. nontonnya film horor. Deg-
Saking excited-nya, aku bahkan pakai itu kacamata 3D sejak pemutaran trailer-trailer film sebelum film utamanya mulai. Buka pasang lagi. Buka pasang lagi. Buka lagi pasang lagi. "Kok ya ngga ada bedanya ya?", pikirku sembari melanjutkan buka pasang kacamata 3Dnya. Haha. Norak. Banget. Parah. Hih!
Finally! Tepat ketika filmnya dimulai, kacamata 3D ini rasanya ya eman banget kalau tak lepas. Gambar, texture, bahkan subtitlenya pun ikutan jadi 3D. Benar-benar seperti timbul dari layar. Malah kalau kacamatanya di lepas filmnya jadi agak burek. Ketika dipasang lagi, filmnya hampir seperti nyata. Ingat lho ya, hampir. Ya sama kayak harapan-harapan yang dikau berikan kepadaku, sepertinya nyata, nyatanya hampa #uhh. Tapi sebenarnya efek timbul itu normal sih, emang akunya aja yang baru tau. Namanya juga 3D.
Untuk filmnya sendiri, mungkin bisa di cek sendiri lah ya bijimana sinopsisnya. Takut nyepoiler juga. Tapi yang benar-benar membuat seorang pro-toiletman sepertiku terkesima selain mbak-mbak rok belahan *fix* sepaha tadi #astaghfirullah~, adalah efek 3D yang diberikan film Transformers : The Last Knights. Terlebih pada saat scene adu tembak dan jotos antar Autobot vs Decepticon. Pecahan logam dan debunya seakan-akan benar-benar mengenai mataku. Bahkan beberapa kali aku menutup mata karena reflek takut terkena pecahan kapal tempur yang terlempar kearahku. Dipadukan dengan sound efek yang dahsyat hingga menggetarkan ruangan. Rasanya udah beneran kayak dibawa masuk ke dalam adegan film tersebut. Bahkan ketika aku izin ke toilet pun, getarannya masih kerasa di atap toilet yang aku masuki.
Di beberapa scene, memang kadang pesawat-pesawat tempur yang seharusnya gagah dan keren malah terlihat seperti maenan hadiah ciki. Ataupun klimaks cerita yang puncaknya, menurutku pribadi masih kurang greget. Tapi secara keseluruhan, film Transformers : The Last Knights versi 3D ini, sangat worth to watch. Terutama dalam versi 3D. Ngga kehitung rasanya aku berdecak kagum pada beberapa scene yang ada pada film ini. Norak sih mungkin lebih tepatnya. Haha. Ngedip aja eman-eman deh. Bahkan meskipun yang duduk di kursi sebelah ternyata gebetan yang aku ajak dan ngga mau, alesannya mau kerja kelompok, eh ternyata jalan sama cowok lain, ya ngga bakal nyadar dan nyadar pun bakalan dicuekin. Dianya yang nyuekin aku sih. Kalo akunya mah ya paling nangis dikit sesenggukan ngabisin tisu pas filmnya kelar di toilet ntar. Haha. Puk puk mblo~
Sebagai penutup, film-film 3D seperti ini akan sangat terasa nikmat, jika memang di dalamnya terdapat banyak efek ledakan dan pertempuran yang menghasilkan pecahan-pecahan yang mengarah ke mata kita. Juga adegan-adegan yang bisa membawa masuk penonton ke dalam film melalui kacamata 3D. Pantas untuk dicoba lagi lain waktu. Jadi... Kamu kapan mau aku ajak nonton? #uhhuk
Wassalam!