Rabu, 07 Desember 2016

#MenduniakanMadura : Catatan Pemegang Kamera (Prolog)


#MenduniakanMadura,

Hashtag ini, sempat menjadi fenomena di sosial media pada minggu terakhir bulan November 2016. Menumbangkan kemeriahan acara musik pagi hari, mengalahkan panasnya gosip ibu-ibu di gerobak sayur Pak Maman, bahkan memukul telak ketenaran sinetron-sinetron india jam 7 malam (karena emang hebohnya pas masih pagi, sinetronnya belum mulai). Memang terdengar agak lebay, tapi silahkan saja cek hashtag #MenduniakanMadura di twitter dan #MenduniakanMadura di instagram. Aku pastikan kalian akan segera nabung! Supaya bisa jalan-jalan ke Madura, dan ketemu sama AKU. HAHAHA *dikeplak!

#Okeskip!

22-25 November 2016, Aku bersama teman-teman Komunitas Blogger Madura (Plat-M) berduet heboh bersama BPWS untuk #MenduniakanMadura, melalui blog dan sosial media. Memboyong 50 blogger dari penjuru Indonesia, untuk diajak berkeliling Pulau Madura. Menelusuri #JejakBPWS mulai dari Jembatan Suramadu, melalui jalur pantura, dan kembali melewati jalur selatan selama 4 hari 3 malam. Melihat secara langsung bagaimana alam Madura, budaya, serta pembangunan dan pengembangan infrastruktur pendukungnya. Baik itu yang sudah selesai, sedang berjalan, hingga yang masih rencana. Semuanya dibungkus rapih dalam hashtag #MenduniakanMadura.


Penampakan beberapa panitia pria

Sebagai salah satu panitia, tugasku adalah untuk memastikan koordinasi dengan para peserta. Pendataan peserta, mengumpulkannya menjadi satu di grup Whatsapp (yang masih tetep rame sampai tulisan ini publish), menjawab semua pertanyaan-pertanyaan mengenai persiapan acara, menjelaskan syarat dan ketentuannya, jadwal acara, penjemputan hingga kepulangan. Intinya aku harus memastikan kelancaran arus informasi antara peserta dan panitia, mulai dari peserta terpilih, hingga hari-H, bahkan setelahnya, selama 24 jam.Hmmm... 24 jam kurang-kurangi dikit lah ya.

Sempat agak was-was karena beberapa peserta yang tiba-tiba mengundurkan diri dari acara ini karena kendala ijin dan semacamnya. Namun dengan mengerahkan segala koneksi yang ada, akhirnya peserta tetap terpenuhi sesuai rencana.

Seiring berjalannya waktu, bak sebuah kentut tanpa suara yang tiba-tiba bau. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Aku berangkat menuju titik kumpul panitia di basecamp Plat-M Bangkalan, tepat selepas sholat shubuh. Ketika sampai disana, teman-teman panitia yang lain sudah bersiap. Karena memang mereka sudah stay di basecamp sedari H-1. Salut buat mereka!

Setelah semuanya sudah benar-benar siap kita pun berangkat menuju kantor BPWS. Untuk selanjutnya melakukan penjemputan peserta. Sebenarnya, tugasku sebagai panitia pada hari-H ini hampir tidak ada. Jadi kalau ngga bantu-bantu angkat perlengkapan, ya paling mainin HT panitia.

Hingga akhirnya Mas Aldi, selaku sie acara yang kadang merangkap PDD, menghampiriku. Dia berjalan dengan gagah berani, layaknya sedang berjalan menemui calon mertua. Langkah tegap dengan dada dibusungkan. Menatapku penuh keyakinan. Dan memberikan sesuatu di tangannya!

Pak, anakmu akan saya nikahi, dan akan saya bahagiakan! Boleh?”.

*tiba-tiba hening*

Nam, kamu kan ngga terlalu ada kerjaan kan, ini aku pasrahin kamera ini buat kamu ambil momen yak. Jangan di ilangin lho tutupnya ini”. Ucap Mas Aldi sembari memberikan kameranya kepadaku.

Baiklah mas”. Jawabku singkat.

Lalu dia pergi dengan senyum yang satir. Berjalan dengan langkah pilu namun berusaha tegar. Bersabarlah mas, jodoh ngga kemana. #loh? #abaikan

Penampakan kamera yang dipasrahkan (Sumber : www.yitechnology.com)


Yap, inilah tugas baru ku selama acara #MenduniakanMadura berlangsung. Aku dipasrahi sebuah kamera action lengkap dengan tongkat saktinya. Tugasnya pun ngga terlalu ribet sebenarnya. Hanya perlu cekrak-cekrek mengabadikan momen, dan menjaga tutup lensanya supaya tidak hilang. Sangat easy dan menyenangkan. Namun siapa sangka, baru beberapa jam diserahkan, tutup lensa kamera yang sedari tadi aku pegang, tiba-tiba hilang entah kemana.


Penampakan tutup lensa yang hilang (Sumber : tokopedia)

Aku pun mulai mencari dengan menelusuri tempat-tempat yang pernah aku lewati. Tempat-tempat yang pernah aku duduki. Juga menanyakan kepada teman-teman panitia yang lain tentang kebedaraan tutup lensa tersebut. Oh tutup lensa nan imut, dimanakah engkau berada??!

Hingga akhirnya tutup tersebut di temukan oleh Mas Mahdus di selokan kecil yang tidak berair. Padahal aku juga melewati dan mencari disitu, namun entah kenapa malah Mas Mahdus yang menemukannya. Hmmm... mungkin ini  yang dinamakan 'the power of bapak-bapak', hahaha. Terima kasih Pak Mahdus.

Semenjak kejadian tersebut aku pun mulai berhati-hati setiap menggunakan kamera tersebut. Terutama tutup lensanya. Namun yang namanya manusia, terkadang memang butuh lebih dari sekali pelajaran untuk benar-benar mengerti. Ya, tutup kamera kecil putih dengan tekstur kenyal lembut itu, jatuh untuk yang kedua kalinya.

Dorkas yang kami tumpangi, menyusuri jalanan di Giliyang

Kali ini kejadiannya berlangsung ketika kita berada di Pulau Giliyang, Sumenep (hari kedua). Tepatnya ketika sedang asik berfoto ria diatas dorkas dalam perjalanan menuju homestay. Ditengah gerimis yang menemani. Tutup lensa ini perlahan namun pasti, dia terjatuh dan menggelinding syahdu di jalan paving yang kami lewati. Seakan-akan pasrah dan berkata:

“Tinggalkanlah saja aku, kawan! Jika itu yang membuatmu bahagia! Berbahagialah ~”.

Melankolis! Banget! Ditambah gerimis ini! Duh...

Aku mencoba memberikan tanda untuk berhenti sejenak kepada sopir dorkas. Namun apalah daya, suaraku tak terdengar oleh beliau. Ditambah lagi dengan wajah para penumpang lainnya yang sudah tidak sabar ingin segera istirahat di homestay. Tunggulah disana sejenak, wahai tutup lensa kawanku. Bagaimanapun caranya aku akan menjemputmu dengan elegan. Tunggulah.

Untuk yang kedua kalinya, tutup lensa tersebut hilang. Pikiranku sempat gundah gara-gara si bulat putih ini. Orang lain galau gara-gara menghalalkan cewek atau cowoknya. Ini malah cuman gara-gara tutup lensa. Cupu! Hahaha.

But, gaes! Ini sebenarnya bukan tentang tutup lensanya, tapi lebih ke tanggung jawabku kepada kamera yang aku pegang. Kepada Mas Aldi yang sudah memberanikan diri melamar calonnya yang belum ada. Kepada kawanku tutup lensa, yang rela aku tinggalkan untuk kebahagiaan semu. It’s a pride as kameraman! Gaes!

Aku sempat berfikir untuk menelusuri jalan tadi dengan jalan kaki. Namun ketika sadar ada motor nganggur yang bisa aku pinjam. Akhirnya aku pun berangkat bersama Mas Ali. Kembali menyusuri jalanan yang kami lewati tadi. Menerobos hadangan laron yang beterbangan sesukanya di tengah jalan. Menjemput kawan kecil yang membawa harga diriku sebagai seorang kameraman.

Layaknya usaha yang tidak akan mengkhianati hasilnya, aku pun berhasil menemukan tutup lensa tersebut dengan kondisi sedikit mengenaskan. Berada di tepian jalan. Dengan tanah yang menempelinya. Bukti bahwa selama dia terjatuh dan tertinggal, ada kejadian lain tak terungkap yang menimpanya. Tapi tenanglah kawan, aku disini menjemputmu sesuai janjiku dan akan selalu ada untukmu.

#iniceritaapasih


Menikmati suasana pagi di Pantai Ropet - Giliyang

Begitulah... catatan ngga jelasku sebagai seorang pemegang kamera. Agak cupu memang. Tapi dari pengalaman ini, aku belajar tentang menjaga kepercayaan. Bagaimana besar dan beratnya sebuah tanggung jawab. Bagaimana mempertahankan harga diri. Melalui benda yang bahkan mungkin ngga sampe 5000 rupiah harganya.


Wassalam ~
Share: