#MenduniakanMadura,
Hashtag
ini, sempat menjadi fenomena di sosial media pada minggu terakhir bulan
November 2016. Menumbangkan kemeriahan acara musik pagi hari, mengalahkan
panasnya gosip ibu-ibu di gerobak sayur Pak Maman, bahkan memukul telak
ketenaran sinetron-sinetron india jam 7 malam (karena emang hebohnya pas masih
pagi, sinetronnya belum mulai). Memang terdengar agak lebay, tapi silahkan saja cek hashtag #MenduniakanMadura di twitter dan #MenduniakanMadura di instagram. Aku pastikan kalian
akan segera nabung! Supaya bisa jalan-jalan ke Madura, dan ketemu sama AKU.
HAHAHA *dikeplak!
#Okeskip!
22-25
November 2016, Aku bersama teman-teman Komunitas Blogger Madura (Plat-M)
berduet heboh bersama BPWS untuk #MenduniakanMadura, melalui blog dan sosial
media. Memboyong 50 blogger dari penjuru Indonesia, untuk diajak berkeliling
Pulau Madura. Menelusuri #JejakBPWS mulai dari Jembatan Suramadu, melalui jalur
pantura, dan kembali melewati jalur selatan selama 4 hari 3 malam. Melihat
secara langsung bagaimana alam Madura, budaya, serta pembangunan dan
pengembangan infrastruktur pendukungnya. Baik itu yang sudah selesai, sedang
berjalan, hingga yang masih rencana. Semuanya dibungkus rapih dalam hashtag
#MenduniakanMadura.
Penampakan beberapa panitia pria |
Sebagai
salah satu panitia, tugasku adalah untuk memastikan koordinasi dengan para
peserta. Pendataan peserta, mengumpulkannya menjadi satu di grup Whatsapp (yang
masih tetep rame sampai tulisan ini publish), menjawab semua
pertanyaan-pertanyaan mengenai persiapan acara, menjelaskan syarat dan
ketentuannya, jadwal acara, penjemputan hingga kepulangan. Intinya aku harus
memastikan kelancaran arus informasi antara peserta dan panitia, mulai dari
peserta terpilih, hingga hari-H, bahkan setelahnya, selama 24 jam.Hmmm... 24 jam kurang-kurangi dikit lah ya.
Sempat
agak was-was karena beberapa peserta yang tiba-tiba mengundurkan diri dari
acara ini karena kendala ijin dan semacamnya. Namun dengan mengerahkan segala
koneksi yang ada, akhirnya peserta tetap terpenuhi sesuai rencana.
Seiring
berjalannya waktu, bak sebuah kentut tanpa suara yang tiba-tiba bau. Hari yang
ditunggu-tunggu pun tiba. Aku berangkat menuju titik kumpul panitia di basecamp
Plat-M Bangkalan, tepat selepas sholat shubuh. Ketika sampai disana, teman-teman
panitia yang lain sudah bersiap. Karena memang mereka sudah stay di basecamp
sedari H-1. Salut buat mereka!
Setelah
semuanya sudah benar-benar siap kita pun berangkat menuju kantor BPWS. Untuk
selanjutnya melakukan penjemputan peserta. Sebenarnya, tugasku sebagai panitia
pada hari-H ini hampir tidak ada. Jadi kalau ngga bantu-bantu angkat
perlengkapan, ya paling mainin HT panitia.
Hingga
akhirnya Mas Aldi, selaku sie acara yang kadang merangkap PDD, menghampiriku.
Dia berjalan dengan gagah berani, layaknya sedang berjalan menemui calon mertua.
Langkah tegap dengan dada dibusungkan. Menatapku penuh keyakinan. Dan
memberikan sesuatu di tangannya!
“Pak,
anakmu akan saya nikahi, dan akan saya bahagiakan! Boleh?”.
*tiba-tiba
hening*
“Nam,
kamu kan ngga terlalu ada kerjaan kan, ini aku pasrahin kamera ini buat kamu
ambil momen yak. Jangan di ilangin lho tutupnya ini”. Ucap Mas Aldi sembari memberikan kameranya kepadaku.
“Baiklah
mas”. Jawabku singkat.
Lalu dia
pergi dengan senyum yang satir. Berjalan dengan langkah pilu namun berusaha
tegar. Bersabarlah mas, jodoh ngga kemana. #loh? #abaikan
Penampakan kamera yang dipasrahkan (Sumber : www.yitechnology.com) |
Yap, inilah tugas baru ku selama acara #MenduniakanMadura berlangsung. Aku dipasrahi sebuah kamera action lengkap dengan tongkat saktinya. Tugasnya pun ngga terlalu ribet sebenarnya. Hanya perlu cekrak-cekrek mengabadikan momen, dan menjaga tutup lensanya supaya tidak hilang. Sangat easy dan menyenangkan. Namun siapa sangka, baru beberapa jam diserahkan, tutup lensa kamera yang sedari tadi aku pegang, tiba-tiba hilang entah kemana.
Aku pun mulai
mencari dengan menelusuri tempat-tempat yang pernah aku lewati. Tempat-tempat
yang pernah aku duduki. Juga menanyakan kepada teman-teman panitia yang lain
tentang kebedaraan tutup lensa tersebut. Oh tutup lensa nan imut, dimanakah engkau berada??!
Hingga akhirnya tutup tersebut di
temukan oleh Mas Mahdus di selokan kecil yang tidak berair. Padahal aku juga melewati dan mencari disitu, namun entah kenapa malah Mas Mahdus yang
menemukannya. Hmmm... mungkin ini yang
dinamakan 'the power of bapak-bapak', hahaha. Terima kasih Pak Mahdus.
Semenjak
kejadian tersebut aku pun mulai berhati-hati setiap menggunakan kamera
tersebut. Terutama tutup lensanya. Namun yang namanya manusia, terkadang memang
butuh lebih dari sekali pelajaran untuk benar-benar mengerti. Ya, tutup kamera kecil
putih dengan tekstur kenyal lembut itu, jatuh untuk yang kedua kalinya.
Dorkas yang kami tumpangi, menyusuri jalanan di Giliyang |
Kali ini
kejadiannya berlangsung ketika kita berada di Pulau Giliyang, Sumenep (hari kedua). Tepatnya
ketika sedang asik berfoto ria diatas dorkas dalam perjalanan menuju homestay. Ditengah gerimis yang menemani. Tutup lensa ini perlahan namun pasti, dia terjatuh
dan menggelinding syahdu di jalan paving yang kami lewati. Seakan-akan pasrah dan
berkata:
“Tinggalkanlah saja aku, kawan! Jika itu yang membuatmu bahagia! Berbahagialah ~”.
Melankolis!
Banget! Ditambah gerimis ini! Duh...
Aku mencoba
memberikan tanda untuk berhenti sejenak kepada sopir dorkas. Namun apalah daya,
suaraku tak terdengar oleh beliau. Ditambah lagi dengan wajah para penumpang
lainnya yang sudah tidak sabar ingin segera istirahat di homestay. Tunggulah disana
sejenak, wahai tutup lensa kawanku. Bagaimanapun caranya aku akan menjemputmu
dengan elegan. Tunggulah.
Untuk yang
kedua kalinya, tutup lensa tersebut hilang. Pikiranku sempat gundah gara-gara si
bulat putih ini. Orang lain galau gara-gara menghalalkan cewek
atau cowoknya. Ini malah cuman gara-gara tutup lensa. Cupu! Hahaha.
But,
gaes! Ini sebenarnya bukan tentang tutup lensanya, tapi lebih ke tanggung
jawabku kepada kamera yang aku pegang. Kepada Mas Aldi yang sudah memberanikan
diri melamar calonnya yang belum ada. Kepada kawanku tutup lensa, yang rela aku tinggalkan untuk kebahagiaan semu. It’s a pride as kameraman! Gaes!
Aku sempat
berfikir untuk menelusuri jalan tadi dengan jalan kaki. Namun ketika sadar ada motor
nganggur yang bisa aku pinjam. Akhirnya aku pun berangkat bersama Mas
Ali. Kembali menyusuri jalanan yang kami lewati tadi. Menerobos hadangan laron yang beterbangan sesukanya di tengah jalan. Menjemput kawan kecil
yang membawa harga diriku sebagai seorang kameraman.
Layaknya
usaha yang tidak akan mengkhianati hasilnya, aku pun berhasil menemukan tutup
lensa tersebut dengan kondisi sedikit mengenaskan. Berada di tepian jalan. Dengan
tanah yang menempelinya. Bukti bahwa selama dia terjatuh dan tertinggal, ada
kejadian lain tak terungkap yang menimpanya. Tapi tenanglah kawan, aku disini menjemputmu sesuai janjiku dan akan selalu ada
untukmu.
#iniceritaapasih
Begitulah...
catatan ngga jelasku sebagai seorang pemegang kamera. Agak cupu memang. Tapi dari
pengalaman ini, aku belajar tentang menjaga kepercayaan. Bagaimana besar dan
beratnya sebuah tanggung jawab. Bagaimana mempertahankan harga diri. Melalui benda
yang bahkan mungkin ngga sampe 5000 rupiah harganya.
Wassalam ~