Senin, 30 September 2019

Sebuah Kisah, yang Biasa Aja; Nonton Film Horor Sendirian


I am invicible…

Kurang lebih sekitar sepuluh menit lagi, sampai menit yang ada di jam tanganku menyamai menit yang ada di e-tiket separuh harga di dalam HP-ku. Sementara posisiku, baru saja keluar dari gerbang parkiran motor.

I am invicible… invicible…

Tujuanku ada di lantai 5. Ku percepat langkahku, tetapi tetap santuy biar terlihat agak cool. Tentu saja, cool dalam perspektif dan harapanku sendiri.

I am invicible… fast... cool… but invicible…

Kata-kata di atas, terus terngiang di dalam kepalaku. Berjalan melewati orang-demi-orang, pasangan-demi-pasangan, mbak-mbak, pak satpam dengan peluitnya, mbak-mbak lagi, yang cukup manis, ya… ada juga mas-mas, tapi bodo amat. Aku lebih cinta mbak-mbak dibanding mas-mas.

Di dalam imajinasiku… Aku bisa melihat mereka, tapi mereka tidak bisa melihatku. Because…

I am, invicible… cool… ok, not so fast but cool...

...dan sendirian.

Haha.

Laki-laki. Sendirian. Menyusuri salah satu Mall terbesar di kota Surabaya. Ingin nonton film Horor. Sendirian. Malam Jum’at. Sendirian. Di jam tayang bioskop yang paling malam. Sendirian.

Kira-kira begitulah gambaran kondisiku malam itu. Ok ok, beberapa paragraf di atas memang agak mendramatisir. Tapi ya... memang seperti itulah kenyataannya. Jalan-jalan ke Mall sendirian seperti yang aku lakukan saat ini, sebenarnya bukan hal begitu wow atau gimana-gimana. Sedikit terindikasi kriminal mungkin iya. Tapi terima kasih teruntuk mukaku ya penuh ke-cool-an dan kesegaran yang haqiqi persis es cincau di terik siang hari, jadinya masih ngga terlalu kriminal. Pasti ada lah orang diluar sana yang juga malah lebih nyaman jalan ke Mall sendirian. Pasti… atau… ya, mungkin.

Gabut, pengen keluar. Nyoba nonton film horor ah...

begitulah kira-kira awal mula misi ini tercipta. Pure akibat dari sebuah rasa penasaran. Kemudian dikombinasikan dengan jalan ke Mall sendirian, nonton film horor, di hari kamis malam jum’at (karena ada promo), SENDIRIAN.

Disclaimer, sebenarnya tulisan ini dibuat setelah percobaan ke-2. Di percobaan pertama, aku nonton IT : Chapter Two. Sementara yang kedua ialah Danur 3 : Sunyanyuri. FYI juga, dua film ini adalah dua film genre horor pertama yang aku tonton di bioskop. Biasanya…. You know lah ya, nonton dimana...

Well, kalo mau jujur-jujuran sih, stigma nonton sendirian seperti ini terasa begitu suram banget di pikiranku. Udah sendirian, positif dikira jomblo padahal ya emang bener. Mau tiba-tiba gandeng tangan mbak-mbak manis yang jalan di sebelah juga takut dikira tindak pencemaran nama baik. Bahkan mau pake jurus “sok-sok an ngecek hape” pun, ngga ada yang chat. Belum lagi harus membayangkan rasanya jalan di belakang mas-mas dan mbak-mbak yang lagi gandengan tangan Syahdu by Rhoma Irama, sembari minum Kopi Janji Jiwa. Kemudian dengan sadar masuk, lalu duduk di tempat dimana ada banyak pasangan mas-mas dan mbak-mbak sejenis ‘mas dan mbak Kopi Janji Jiwa’ yang tadi berkumpul. Noleh kanan ada yang lagi asik ketawa-ketiwi sambil toel toel pipi. Ngelirik kiri ada yang lagi sender-senderan. Yang di depan, lagi bikin instastory pake efek-efek bando dan muka a….sudahlah.

Atas dasar menuntaskan rasa penasaran yang sudah kadung dibuat. Just stay invicible… gelo, mbaknya cuantek ben.. Astaghfirullah! stay cool… INVISIBLE… COOL… INVICIBLE!!

***

“Cor! lewat tiga menit!”

Seketika lamunanku terpecah ketika aku melihat jam di lengaku. Cemas. Hingga tanpa sengaja menguak kembali sebuah kenangan pada pengalaman percobaan pertamaku ketika nonton IT : Chapter Two, sendirian.

Sedikit kurang beruntung karena harus duduk di kursi paling ujung mepet dengan tembok. Dimana jika aku datang mepet atau lewat dari waktu jadwal tayang, maka aku harus melewati barisan kursi yang sudah lebih dulu penuh. Melalui tatapan-tatapan pasangan mbak dan mas yang sedang berbahagia. Lengkap dengan popcorn yang seharga sebungkus lele penyet favoritku, yang tiap beli di warung itu pasti digigiti nyamuk. Ngga kebayang dah apa intuisi dan isi pikiran mereka ketika menyaksikan seongok anak muda, jalan nunduk-nunduk lewat di depannya, menuju kursi paling pojok, nonton IT, FILM HOROR, SENDIRIAN!?!?

YA! SKENARIO TERSEBUT MENJADI KENYATAAN! 

Ok, stay cool brader...

Sungguh jiwa ke-cool-an ku diuji benar pada momen tersebut. Pas di sebelah kursi pojokan tersebut, duduk dua mbak-mbak yang sepertinya berkawan. Dimana saat aku lewat, keduanya benar-benar seperti memperhatikan setiap gerak-gerikku. Mulai dari aku lewat di depan mereka, hingga duduk di kursi pojokan tersebut. Berikut dengan tatapan yang seakan-akan berkata :

“What the Hell? Mas? Really?? pojokan nonton film horor sendirian?? sebegitu ngeneskah mas imut nan tampan satu ini?? jadi pengen meluk”.

Tentu saja tidak seperti itu donk, tatapan dan pikiran mereka!!!

Malu aku. Sumpah. Hahaha.

Tapi yasuda lah ya. Kan aku invicible and cool! Super very very cool! - by imajinasiku.

***

Belajar dari pengalaman sebelumnya, kali ini aku memilih kursi tengah dan tidak terlalu dalam. Biar enak kalo mau pipis. Dan aku juga berhasil masuk ke dalam bioskop saat lampu masih terang. Ngga ada lagi tuh, tatapan-tatapan misterius seperti pada percobaan pertama. I am invicible and really cool… Hahaha.

Di percobaan keduaku kali ini, samping kanan kiriku adalah mas-mas. Di sebelah kanan, dua mas-mas, di sebelah kiri, mas dan mbak. Penyamaran yang sangat sempurna. Tidak terlihat seperti sedang nonton sendirian.

Tapi yang namanya hidup kan ya ngga ada yang tau, rupa-rupanya ujian selanjutnya baru dimulai setelah ini… wahai invicible and cool boy~~

Alasan mengapa aku memutuskan untuk melaksanakan misi nonton film horor sendirian kali ini ialah karena aku kurang puas saat nonton IT : Chapter Two. Bukan karena filmnya jelek, atau gimana. Cuman kebetulan, ketika aku nonton IT, di dalem bioskop hampir ngga ada yang teriak sama sekali. Cuma sekedar bunyik “hiik!” kecil dari mbak-mbak sebelahku.

Aku?? tentu saja juga sempat kaget sekitar 10 sampai 11 kali kalau ngga salah hitung. Masih tergolong cool awesome boy dong, ya kan? ya donk!. Meski menurutku hantu-hantu yang ada di film IT tidak menakutkan itu sih, lebih ke arah jijik. Justru paduan efek sound, alur cerita, dan jumpscare yang benar-benar ngga diduganya yang membuatku puas nonton film ini. Hal tersebut juga membuktikan bahwa ternyata, meskipun aku cool dan invicible, aku tetep kagetan.

Perasaan kurang puas dan sedang ada diskon potongan 50% benar-benar kombinasi yang luar biasa datang tepat pada waktunya. Tanpa banyak basa-basi kode kode sampah ke gebetan, ku langsung beli tiket Danur 3 : Sunyanyuri, dan disinilah aku. Duduk diantara mas-mas dengan segala persiapan mental dan fisik, biar ngga kagetan dan terlihat gagah pemberani nan tangguh. Tolak angin pun ready di saku celanaku. So... Perfecto!

I am ready! Hoho!

Lalu...

“Aaaaaaaaaaaaaakkkkk!”.

Terdengar suara jeritan mbak-mbak dibarisan belakang kursiku persis ketika penampakan pertama setannya muncul di layar bioskop.

Bukannya takut, aku malah senyum-senyum sendiri mendengar teriakan tersebut. Disusul juga suara tertawa dari penonton lain gara-gara jeritan mbak-mbak di belakang tadi. Malu dia pasti. Paling juga baru 15 menitan film mulai. Mungkin dia lagi nahan-nahan biar ngga kelepasan lagi. Padahal aku ngarep denger lagi sih aslinya. HAHA.

Tak seperti saat nonton IT, aku lebih jarang kaget di Danur 3 ini. Tetapi dari segi cerita, kerasa lebih relate dan mudah masuk dikepala ketimbang IT. Hanya sekedar perbedaan kultur sih. Wajar lah, kalo otakku lebih paham cerita hantu Indonesia dibandingkan hantu luar negeri yang lebih mengarah pada demonic-demonic gitu. Keduanya punya kualitas cerita yang tidak mengecewakan. Terutama yang IT. Hingga tak terasa, film pun selesai.

Puaspun kurasakan karena rasa penasaranku tercapai. Nonton film horor sendirian, dan mendengar jeritan mbak-mbak di dalem bioskop. Meski cuma satu “Aaaaaaaaakkk” doang, gapapalah.

Kesimpulannya?

Nonton sendirian, jalan menuju bioskop sendirian, terlihat seperti jomblo kurang perhatian, ternyata tidak sesuram yang aku bayangkan sebelumnya. Ngga sekejam meme-meme yang beredar. Malah punya kesan serta sensasi tersendiri. Dan... sepertinya patut untuk dicoba lagi. Meskipun... ketika keluar dari bioskop, aku masih harus berjalan tepat di belakang mas dan mbak yang lagi asik ngobrol entah apa, saling mencela satu sama lain, dan tertawa sangat bahagia. Ngga cuma satu pula, tapi banyak. Damn! naluri kejombloanku sedikit goyaaaah kapten!

Ok… Cool… aman… invicible… dan… Berdamai dengan diri sendiri.

Pada akhirnya, setiap orang punya cara mereka sendiri untuk bahagia. Bisa dengan cara mas mbak yang ketawa-ketiwi sembari nenteng gelas kosong Chatime tadi. Mungkin mau dikiloin. Bisa dengan mas dan mas atau beberapa mas-mas yang saling gojloki satu sama lain. Bisa juga dengan cara mbak dan mbak yang jalannya lambat banget kek lagi ngiringi manten. Tolong ya, mbak-mbak. Saya yang mau nyalip itu lho, masih pikir-pikir karena tergoda bau parfum anda-anda yang menguji hafalan Qobiltu Nikahaha Wataswijaha saya. Subhanallah....

Atau… kalau mau ikut jalan ninjaku yang nonton film horor sendirian ini juga ngga masalah. Pokoknya begitu ada diskon sikat wesss.

Akhirnya, malam itu ku tutup dengan mendengarkan lagu Boy With Luv dari BTS sembari ngantri panjang untuk keluar dari parkiran. Again, masih dengan menikmati pemandangan mas dan mbak bahagia, di atas motor-motor mereka~

Still, I am invicible… and cool… even my instagram account hasn’t been verified yet!

Wassalam!

Share:

Rabu, 26 Juni 2019

Shampo Kosan Story



Pernah kebayang ngga sih, gimana kalau shampo yang biasa kita pakai buat menambah keimanan serta kewangian rambut, ternyata punya kehidupan?

Punya keresahan, punya hasrat, punya keinginan dan tujuan hidup?

Tentu saja tidak. Shampo kan barang mati. Ngapain punya tujuan hidup!

Well, karena kata orang-orang bijak “ubahlah gabutmu menjadi sebuah karya”, aku jadi ingin berimajinasi bagaimana jika Shampo yang ada di kosan ku ternyata juga punya kegalauan dalam dirinya. Biar kayak karya-karya novelis ternama, mari kita mulai kisah perjalanannya dari...

***

Pada suatu malam, yang penuh dengan lalu lalang kesibukan manusia dengan segala instastory tentang "beban" hidupnya. Lampu-lampu jalan berwarna kuning terang, perempatan dengan aba-aba merah kuning hijau, serta motor matic berlampu sein kanan namun pengendaranya berbelok ke kiri. Malam di sebuah kota yang disebut-sebut sebagai salah satu kota cerdas terbaik, yang ada di Indonesia, Surabaya.

Pada malam itu, bila si Shampo mau disamakan dengan manusia, si Shampo bisa dibilang hendak memasuki masa awal kedewasaannya. Bisalah disamakan dengan mahasiswa yang baru lulus kuliah, dan sedang menunggu untuk dipekerjakan. Yap, benar. Shampo hanya bisa menunggu dipekerjakan. Bukan seperti manusia yang sudah seharusnya mencari pekerjaan, dan tidak hanya menuntut lapangan pekerjaan di akun fanpage meme kekinian.

Malam itu, ia tengah menunggu momen terbaik dalam hidupnya tiba dengan penuh kesabaran yang bercampur harap-harap cemas. Excited kayak nungguin status “sedang mengetik...” dari gebetan. Aku rasa, semua dunia sama saja. Dalam kolase kehidupan pershampoan pun, menunggu dipekerjakan bukan perkara mudah, meski cuma “menunggu”. Si Shampo juga harus bersaing dengan shampo-shampo merk yang lain. Setiap merk pun punya poin plus dan minus masing-masing. Entah itu wanginya, kecocokannya, bahan pembuatnya, harga, hingga jumlah followers mbak-mbak yang menjadi bintang iklannya. Bedanya dengan manusia, skill yang sudah didapatkan para shampo ini tidak bisa diubah atau ditingkatkan lagi. Bahkan, skill tersebut bisa jadi makin berkurang karena termakan usia yang tertera sebagai “tgl exp”. Mereka hanya bisa bergantung pada posisi ketika ia di pajang di Indomaret, Alfamaret, Hypermaret, serta maret-maret lain terdekat, dan kalau lagi kebagian jatah promoan.

Na'asnya lagi, mereka juga harus ekstra bersabar menunggu giliran untuk berada di baris paling depan ketika dipajang. Karena biasanya, barang baru diletakkan di paling belakang kan ya? Jadilah mereka harus menunggu baris demi baris botol shampo didepannya terjual.

Sungguh lucu bukan, kita manusia bisa mempelajari kaidah kesabaran dengan hanya membayangkan kisah hidup sebotol shampo.

Singkat cerita, giliran yang dinanti-nantikan si Shampo pun tiba untuk berada dibaris paling depan. Rasa deg-degan menunggu momen dirinya diambil dan dibayarkan di meja kasir sudah tinggal sedikit lagi. Dadanya bergetar ketika ada manusia yang lewat di hadapannya. Seolah ingin berteriak:

ambil aku!! Hey!!

Sang manusia, hanya melewatinya.

Hey manusia!! Aku! Pilih aku!

Lagi-lagi, ia hanya dilewati.

Hey manusia tampan.. akuu!

Lagi...

Hey! Aku!!

Lagi...

Akuu......!!

Dan lagi...

“.....aku....”

Sebenarnya, beberapa kali ia sempat dipilih dan dibandingkan dengan shampo sebelahnya. Namun, ia kalah karena lawannya sedang ada promo beli shampo gratis sikat gigi. Tak logis memang tapi begitulah kenyataanya.

Aku?? Yes... iya bawa akuu!!

Akhirnya, momen itu pun tiba. Ia dipegang-pegang, dilihat, dan dipilih oleh seongok manusia yang tidak terlalu tampan, namun cukup wangi ketika sedang menggunakan parfum.

Akhirnyaaa.... penantianku tidak sia-siaa.... hiks hiks

Terharu dikala penantian panjangnya usai. Ia pun menangis ketika tiba dimeja kasir. Pegawai kasir pun harus mengusap-ngusap barcode yang ada pada botol si Shampo karena terbasahi oleh air matanya.

Perjalanan pulang didalam kantong kresek bergambarkan “kurangi limbah plastik”-pun terasa begitu menyenangkan. Membayangkan bagaimana ketika akhirnya ia bisa dipekerjakan, dan digunakan di rambut manusia, yang ternyata juga seorang ABK (Anak Baru Kosan).

Selayaknya shampo pada umumnya, ia benar-benar menjalankan tugasnya dengan sangat baik dan maksimal. Berubah menjadi busa ketika digunakan untuk mencuci rambut. Membuat muka si anak kosan yang dulunya tidak terlalu tampan menjadi tetap tidak terlalu tampan. Serta yang paling penting dan utama, ia berhasil membuat rambut si anak kosan menjadi lebih wangi dan lebih lembut. Ia pun merasa bahwa tujuan hidupnya sebagai shampo, kini telah tercapai. Tinggal menikmatinya saja, hingga si anak kosan mulai memasuk-masukkan air ke dalam dirinya (botol), tanda bahwa perjalanannya akan benar-benar berakhir sebagai sampah daur ulang.

Walaupun... akhir perjalanannya tersebut akan masih cukup lama. Karena nyatanya, sejak ia diambil dari rak toko indomaret enam bulan yang lalu, ia masih ada di jendelan kosan anak manusia yang masih tidak terlalu tampan tersebut. Jarang shampoan anaknya.

Wassalam~

Share:

Senin, 12 November 2018

Ngapal


Jum'at, terlihar di layar hapeku pukul 6.12 WIB, aku sampai di dermaga penyeberangan Kamal. Ku taruh kembali hapeku ke dalam saku celana. Sembari merapikan barisan motorku  bersama motor lainnya di jalur khusus antrian roda 2. Terlihat di ujung Dermaga, sudah menunggu dengan setia sebuah besi mengapung hasil pemikiran otak manusia, si hijau Jokotole. Buat yang belum tahu, Jokotole ini merupakan salah satu kapal penyeberangan jalur Perak (Surabaya) - Kamal (Madura). 

Ah... Sepertinya, naik kapal pagi hari seperti ini akan menjadi sebuah rutinitas baru dalam hari-hariku seterusnya. Yap, hari-hariku yang sangat biasa saja seperti pekerja pada umumnya. Berangkat pagi, pulang petang hingga gelap.

Mungkin terlalu biasa untuk diceritakan sih. Tapi ya, dari pada waktu luang saat perjalanan kapal ini kuhabiskan hanya dengan menjadi perokok pasif, menghirup asap yang bertebaran di tanda  "dilarang merokok", atau menolak setiap pedagang kopi yang selalu nawatin kopinya tapi ngga gratis, lebih baik ku tuliskan saja bagaimana suasana kapal penyeberangan setiap paginya. Jika sedang mood tentunya. Haha.

6.20 aku sudah berada di dalam geladak kapal. Masih bersama barisan motor pekerja pengejar matahari pagi lainnya. Motorku, dan motor mereka, semuanya berjajar rapih sesuai arahan mas dan mbak petugas kapal yang kalau di lihat-lihat sepertinya manis. Mbaknya lho ya. Diiringi pula dengan jinggle khas PT. DLU yang entah kenapa begitu nyaman di telingaku. Lagu ini bahkan masuk dalam playlist lagu yang sering ku senandungkan meski ku tak tau lirik lengkapnya. Oiya, di geladak pagi ini, sama sekali tidak ada mobil. Semuanya di isi oleh motor. Mungkin ini efek Suramadu yang digratiskan. Kondisi yang cukup baru bagiku. Maklum pertama kali naik kapal pagi.

Hari ini, selat Madura begitu berkabut. Entah karena memang masih pagi, atau karena bekas guyuran hujan yang tak ku ketahui pula kapan turunnya. Intinya sejauh mata memandang, laut ini terasa lebih sejuk dari biasanya. Lengkap dengan kapal kapal cargo yang seakan-akan parkir se-enaknya. 



Perjalan menyeberangi selat Madura mungkin sudah separuh. Jokotole menyapa rekan seperjuangannya yakni Gajah Mada. Ku lihat, hari ini total ada 3 kapal penyeberangan. Satu kapal lagi aku belum tau namanya siapa. Belum sempat kenalan, atau mungkin terlupakan. Entahlah.

6.35 aku pergi ke toilet untuk menjalankan sebuah rutinitas lainku. Yah, identitas hidupku lebih tepatnya. Namanya juga toiletman. Yang meski sudah sangat sering ke toilet, ternyata aku juga bisa lupa mengunci toilet dengan benar. Sehingga sempat mau dimasuki orang. Hampir. Almost. Artinya belum kejadian. 

Tanpa mau tahu apa yang sempat dilihat orang yang membuka pintu, aku memutuskan untuk turun ke geladak kapal, Kembali mencoba menangkap kelakuan-kelakuan penumpang lainnya. Hasilnya, kebanyakan dari mereka kalau tidak merokok, ya sibuk dengan gawai masing-masing. Sisanya sedang mengobrol santai. Aku? Mungkin masuk kategori sibuk dengan gawai.

6.50 tau-tau ada suara mbak-mbak yang ngga kelihatan mukanya mengumumkan bahwa kapal akan segera bersandar. Meski tanpa pundak untuk bersandar. Ya. Tanpa terasa, si Jokotole pun sudah mulai memposisikan dirinya untuk bersandar di pelabuhan. Dimana artinya perjalanku dengan Jokotole telah selesai. Setidaknya untuk pagi ini.

Sekian.
Share:

Rabu, 17 Oktober 2018

Cara Menjadi Calon Suami Idaman ala Kopdar Baik GNFI dan KOMINFO


Dear future husband
Here's a few things
You'll need to know if you wanna be
My one and only all my life

Ah, aku sangat suka lagu Dear Future Husband dari Megan Trainor yang satu ini. Selain karena judulnya yang cukup mewakili sebuah impian masa depan, beat-nya juga terasa sangat enak di telingaku. Lagu ini sebenarnya sudah cukup lama tak ku dengarkan sih. Namun, karena kemarin kebetulan aku menghadiri sebuah acara dengan tema serupa, jadinya pengen muter lagu ini lagi. 

Kopdar Baik 1000 Hari Terbaik, Sumenep. Begitulah tajuk acara tersebut terpampang di banner besar yang ada di Java In Cafe, Sumenep, Madura. Acara ini diadakan oleh GNFI (Good News From Indonesia) yang bekerjasama dengan KOMINFO. Dengan mengusung tema Indonesia Baik, Indonesia Digdaya, sejatinya acara ini bukan tentang bagaimana cara menjadi calon suami yang baik dan benar seperti judul artikel ini sih. Tapi lebih ke bagaimana menjaga kesehatan anak, dimulai pada 1000 hari pertama dalam kehidupannya. Lebih spesifiknya lagi, tujuan acara ini ialah untuk mengkampanyekan pencegahan kondisi stunting yang dialami oleh 35,6% balita di Indonesia.

Kalau diketik di pencarian google, stunting ini merupakan kondisi dimana tinggi dan berat badan anak berada di bawah kondisi normal anak-anak seusianya. Lebih pendek lah istilah kasarnya. Sedihnya, stunting ini bukanlah sebuah penyakit yang bisa diobati. Jadi apabila anak sudah mengalami kondisi stunting, seterusnya ia akan seperti itu.

Peserta yang hadir di acara ini cukup banyak. Terutama kaum ibu-ibu dan calon ibu-ibu. Turut hadir pula komunitas-komunitas kepemudaan seperti Plat-M (Komunitas Blogger Madura), Komunitas Kota Tua, mahasiswa, dan lain sebagainya. Yah, meski temanya tentang anak, bukan berarti tidak cocok untuk para remaja. Justru malah jadi penting karena merekalah yang akan menjadi generasi penerus bangsa ini.Calon om-o... eh papa-papa muda kayak aku ini terutama halah.

Well, meski pada saat acara aku lebih banyak ngangguk-ngangguk pura-pura faham. Setidaknya aku sama sekali ngga menyesal datang jauh-jauh dari Bangkalan ke acara ini. Terlepas dari beberapa materi tentang anak yang aku ngga mudeng blas, setidaknya ada 3 poin penting yang aku dapatkan dari acara ini. Di mana dengan 3 poin ini pula, aku cukup yakin kok bisa jadi suami idaman ibuk-ibuk yang ngidupin lampu sein ke kanan tapi putar balik dari kiri. Insyaallah lah ya, hahaha.

Bonus demografi yang sangat kuat kaitannya dengan kesehatan

Indonesia saat ini sedang mengalami kondisi bonus demografi. Lagi-lagi kalau diketik di pencarian google, bonus demografi adalah sebuah kondisi di mana suatu negara memiliki banyak sekali usia produktif dibandingkan usia non-produktifnya. 

Menurut pak Akhyari Hananto (Founder GNFI) yang menyampaikan materi bonus demografi, kondisi ini pernah dialami juga negara-negara maju saat ini seperti Singapura, Jepang dan Korea Selatan. Mereka berhasil memaksimalkan kondisi bonus demografi yang mereka miliki, sehingga mampu bangkit dari keterpurukan dan menjadi negara yang begitu maju.

Namun, Pak Ahyari juga menekankan bahwa ada satu hal yang tak kalah penting untuk menyokong kesuksesan bonus demografi ini. Yakni faktor kesehatan. Percuma negara ini punya banyak masyarakat usia produktif namun kondisi mereka tidak sehat. Oleh karena itulah sebagai generasi muda sekaligus calon suami di masa depan yang baik, kita harus benar-benar serius dalam menjaga kesehatan.

Menjaga 1000 hari terbaik anak dan istri

Selain materi tentang bonus demografi, acara Kodar Baik di Sumenep ini juga membahas pencegahan kondisi stunting. Stunting memang tidak bisa diobati. Namun bukan berarti tidak bisa dicegah. Salah satu caranya ialah dengan mejaga 1000 hari terbaik anak berikut istri yang mengandung si anak.

Selama 1000 hari anak mulai dari saat di dalam janin hingga lahir ke dunia, usahakan anak jangan sampai sakit. Begitulah kata Ahli Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Prof. Dr. Merryana Adriani, SKM., M.Kes., yang membawakan tentang materi ini. Jujur sih, aku tidak terlalu menangkap begitu banyak saat materi ini berlangsung. Namun bila dilihat secara garis besar sebagai seorang calon suami yang baik di masa depan, sudah jelas kita harus menjaga betul 1000 hari terbaik ini. Asupan nutrisi baik itu dari segi makanan dan mental, harus sama-sama dijaga antara anak dan istri. Maka dari itu jangan malas. Kerja!

Mengubah dan memulai pola hidup sehat sedini mungkin

Selain kondisi anak, ternyata stunting juga dapat dicegah melalui pola hidup sehat yang dilakukan para calon orang tuanya. Sejatinya, kondisi stunting pada anak sangat erat kaitannya dengan kondisi kesehatan sang orang tua. Oleh karena itu, penting buat kita pada calon ibu serta calon bapak mulai mengubah pola hidup sehat sedini mungkin. Biar meskipun kita sudah terlanjur terkena kondisi stunting, calon anak yang akan kita miliki dapat memiliki kesempatan untuk terhindar dari kondisi stunting. 

Begitulah kira-kira rangkuman acara Kopdar Baik yang diadakan oleh GNFI dan Kominfo. Meski bila dilihat sebelah mata tema kesehatan kurang pas dibawakan oleh Kominfo, namun permasalahan stunting ini tetaplah permasalahan bersama. Pemerintah, media, serta kita masyarakatnya, harus kompak dalam menyebarkan berita positif semacam ini.

Yuk para calon-calon suami yang meskipun calon istrinya masih ghaib, mulailah pola hidup sehat dan kerja keras. Buktikan kalau kalian itu mampu dan punya kapasitas untuk memimpin keluarga di hadapan calon mertua. Jangan cuma modal martabak doank :v. Kamu bisa mulai dengan hal-hal kecil seperti menyebarkan berita-berita positif di socmed kalian. Bisa juga dengan menyebarkan artikel ini contohnya. Ngga maksa sih. Tapi ya, plis lah. Tolong

Wassalam.
Share:

Jumat, 21 September 2018

Pecah! Serunya Acara Energy of Bangkalan For Indonesia



Jum'at 21 September 2018, benar-benar memberikan suasana baru bagi kota Bangkalan. Muda mudi mulai dari pelajar hingga santri dari Bangkalan, berkumpul menjadi satu di Alun-alun Bangkalan guna menyelenggarakan kegiatan Energy of Bangkalan for Indonesia. Kegiatan ini diadakan  untuk menyebarkan semangat olahraga kepada seluruh masyarakat Bangkalan, sekaligus menyebarkan kesuksesan Gelaran Asian Games 2018. 

Selain itu, acara ini juga dimaksudkan untuk menyambut gelaran Asian Para Games 2018 yang rencananya akan diadakan pada Oktober mendatang. Kegiatan ini diikuti pelajar SMA, SMK, pondok pesantren dan kelompok milenial lainnya se Bangkalan. Tak hanya itu, ada pula beberapa komunitas pencak silat dan karate yang hadir untuk memeriahkan Energy of Bangkalan ini. 


Acara pagi itu dibuka dengan atraksi Freestyle motor, kemudian dilanjutkan dengan Senam Massal Goyang Dayung yang diiringi lagu Meraih Bintang. Original song Asian Games 2018 yang dinyanyikan oleh Via Vallen benar-benar sukses menyulut sekitar 17.000 muda mudi Bangkalan pagi itu. Untuk membalas semangat mereka, Komunitas Muda Mudi Bangkalan juga menyediakan doorprize untuk peserta Senam Massal Goyang Dayung berupa puluhan sepeda dan HP. 


“Sebenarnya selain untuk merayakan kesuksesan Asian Games dan penyambutan Asian Para Games, diharapkan acara ini juga mampu menjadi trigger untuk membangkitkan lagi atilt asli Bangkalan”. Tambah Teguh Priatmoko dari Humas Komunitas Muda Mudi Bangkalan.

Selayaknya acara yang diadakan di masa milenial, semua peserta yang hadi pada acara ini juga dihimbau untuk meramaikan sosial media dengan tagar #energyofbangkalan.

Kegiatan sudah seharusnya sering digalakkan baik itu di Bangkalan atau di kota-kota lainnya. Karena hanya dengan acara seperti inilah kita bisa mempersatukan seluruh elemen masyarakat seperti di Bangkalan. 

Siapa kita? Bangkalan!
Siapa kita? Indonesia!
MERDEKA!!!
Share:

Jumat, 08 Juni 2018

Pengalaman Beli Laptop Online dan Bagaimana Setelah Satu Tahun Lebih Pemakaian


Jaman sekarang, siapa sih yang ngga pernah belanja online? Masyarakat, terutama kaum milenial kekinian pasti sering mengecek website jual beli online seperti Lazada, Shopee, Tokopedia, OLX, dan lain sebagainya. Bahkan mungkin diantara dari mereka mengaktifkan notifikasi khusus setiap ada promo dan diskon terbaru. Salah satunya ya aku pribadi. Hehe.

Namun, dibalik maraknya fenomena jual beli online saat ini, tak sedikit pula masyarakat yang masih ragu-ragu dan takut untuk berbelanja secara online. Alasannya pun bermacam-macam. Ada yang kapok karena pernah kena tipu. Ada yang takut cuma karena denger cerita si orang yang kena tipu tadi. Ada yang takut karena si penjual ternyata mantan pacarnya dulu. Atau bahkan, ada yang takut ketika lihat isi dompetnya sendiri. Kosong. Gelap. Dan penuh sarang laba-laba. Itu dompet apa kolong lemari? Hahaha.

Bagiku, sebenarnya belanja online ini bisa dibilang susah-susah gampang. Gampangnya tentu saja karena proses belanja bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Bahkan ketika aku di toilet sekalipun. Susahnya ialah mencari toko yang tepat dengan harga bersahabat. Klasik lah ya, pengen barang paling bagus, mentereng, tapi murah. #LOGIKAMANUSIA.

Selain itu, aku juga tidak memungkiri, pernah beberapa kali kecewa ketika barang yang sampai ternyata tidak sesuai dengan ekpektasi. Tetapi kekecewaan tersebut alhamdulillah ngga sampai bikin kapok. Karena dari situ pula, aku belajar bagaimana cara memilih barang di toko online yang baik dan benar ala toiletman.

Salah satu pengalaman pembelian online paling suksesku adalah pembelian laptop online yang akan aku bagikan kali ini. Sejak dari pertama kali membeli, terhitung sudah 1 tahun sekian bulan lebih laptop ini menemaniku. Kondisinya memang sudah tak terlalu mulus. Namun untuk performa, sudah sangat cukup dan memuaskan untuk kebutuhan kuliahku di bidang Teknik Informatika. Sekedar gambaran kasar saja, laptop minimal untuk anak Teknik Informatika, berada pada kisaran harga 4 – 5 juta keatas (harga baru). Itu pun, kadang masih ngelag, atau berat.


Nah, laptop yang aku beli kemarin adalah salah satu series Inpiron dari Dell. Prosesornya masih kelas intel i3 generasi kedua (ketika tulisan ini dibuat, kalau tidak salah keluaran terbarunya sudah generasi ketujuh). 500 HDD dengan RAM 4 GB. Harga ketika aku beli ialah sekitar Rp. 2.8 jutaan. Ya, menurutku, ini sangat terjangkau pada saat itu. #ehm lebih tepatnya, harga yang paling bisa dijangkau oleh dompetku yang kosong, gelap, dan penuh foto laba-laba. Ya gimana, mau masukin fotomu, belum sah #hilih.


Ada beberapa alasan mengapa aku ingin mengganti laptopku pada saat itu. Yang pasti sih, karena spek laptop lamaku sudah dirasa tak mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan kuliah. Awalnya, aku masih ingin tetap membeli laptop secara offline. Karena membayangkan sebuah alat elektronik, yang kondisinya second, harus dibungkus dan ditumpuk-tumpuk bersama barang lain ketika pengiriman, jujur aku masih rada ngeri. Belum lagi kalau pas sampai ternyata barangnya tidak sesuai. Kemudian ditambah kalau yang jual ternyata mantan gebetan. Masih gebetan, mantan pula. Kan ngeri.

Namun karena pengetahuanku perihal laptop masih cupu, seperti mengenai berapa kisaran harga untuk kebutuhan speknya, akhirnya aku memutuskan untuk melihat-lihat harga yang ada di toko online. Ya, iseng yang berujung kepincut akhirnya. Harga-harga yang ditawarkan di beberapa toko online benar-benar sangat menggiurkan. Bahkan aku dulu sempat menemukan laptop dengan harga 2 jutaan, dengan spek hampir setara laptopku sekarang. Kondisinya masih baru pula. Tapi sekali lagi, belajar dari pengalaman, aku tak langsung percaya begitu saja. Salah satu kekecewaanku dulu juga akibat terlalu terpaku pada harga murah. Nah, biar ngga kecewa lagi, aku pun memutuskan untuk menelusuri jejak si toko online lebih jauh.

Pada bagian informasi toko, mereka menyertakan kontak PIN BBM. Demi menghilangkan kecurigaan, ya aku invite lah pin BBM tersebut. Singkat cerita, invitanku di accept. Kemudian mulai ku tanyakan apakah punya toko offline, dimana alamatnya, barangnya ready atau tidak, sudah makan apa belum, dan lain sebagainya. Aku pun berhasil mendapatkan alamat toko offlinenya meski ternyata alamat tersebut tidak sesuai dengan yang dicantumkan di website. Jeng jeng jeng… bukannya hilang curiga, malah makin tidak percaya. Hingga kemudian, aku datangi alamat tersebut karena masih di daerah Surabaya, dan benar saja. Fix! Ayu Ting Ting! (baca: alamat palsu).

Well, harapan yang tak sesuai dengan kenyataan itu memang berat… kamu nggak akan kuat… biar aku saja. #salahskripWOI

Agak kecewa dan kesel sih sebenarnya. Tapi di sisi lain juga bersyukur karena untung belum sempat beli. Tapi… yaudahlah ya… yang lalu, ya biarlah berlalu. Seakan tak jera, aku pun tetap melakukan pencarian leptop second lagi. Namun kali ini tak hanya harga saja yang aku perhatikan. Melainkan juga detail informasi tokonya, rating, komentar para pembeli yang sudah berbelanja di toko tersebut, dan yang pasti kamu #heleh!. Begitulah bagaimana akhirnya aku resmi meminang si Dell Inspiron yang aku pakai hingga sekarang ini.

Oiya, leptop ini aku dapatkan di BukaLapak. Nama tokonya ialah Liknawati. Jujur sih, rasa deg-degan sebenarnya masih ada. Hanya saja, karena aku melakukan pembayaran melalui rekening bersama BukaLapak, di mana sesuai ketentuan yang berlaku, uang baru akan diterima sang penjual ketika aku sudah konfirmasi barang. Jadi ya semisal tidak sesuai, aku masih bisa mengajukan banding. Ternyata, deg-degan ku entah kenapa membuahkan sedikit hasil. Yakni charger leptop yang aku dapat tidak bisa berfungsi dengan baik. Langsung saja aku chat si penjual dan langsung dibalas beberapa saat kemudian. Gak kayak ngechat ke kamu yang dibalesnya se-dekade kemudian #halah. Aku mengajukan komplainku perihal charger tersebut, dan tanpa panjang lebar mereka langsung mengirimkan charger pengganti kepadaku. Alhamdulillah. Gak jadi kecewa dua kali.

Dari pengalaman belanja online kali ini, aku benar-benar mendapat banyak pelajaran. Terutama dalam bagaimana memilih toko online yang baik dan benar. Kurang lebih caranya ialah :
  • Cek info detail toko
  • Pastikan mekanisme pengajuan pengembalian barang tidak ribet (biasanya info ini ada di deskripsi/detail toko)
  • Cek komentar orang-orang yang pernah membeli (usahakan cari komentar paling buruknya, karena kalau lihat yang bagus bagus ya percuma)
  • Pastikan harganya murah dan masuk di akal.

Mungkin cukup sekian cerita pengalaman pertama belanja leptop yang sekarang ku sebut pacarku ini. #dasarJomblo! Kurang lebihnya mohon maaf, dan…

Wassalam!
Share: