Senin, 01 Februari 2016

Perjalanan Ujung Pulau #5 : Batu Cangghe, Sekali Nyampek Nggak Mau Pulang

Batu batu apa yang kalau di dudukin bikin susah berdiri?

Batu kena kutukan!

Salah!

Batu Ginjal!

Salah!

Uhuk uhuk! Batu pak haji?

Itu batuk -_-

Jawabannya adalah Batu Cangghe.

Apaan tuh Batu Cangghe?

Lu nggak tau? Nggak tau Batu Cangghe? Oh mamen... sini sini sama om

Emang om tau?

Nggak sih hahaha

#plak #plak #plak

Ini adalah spot terakhir yang akan menutup perjalanan kami di Pulau Giliyang. Dan berikut adalah penyambutan dari Batu Cangghe, Giliyang. Spesial ~

Batu Cangghe - Giliyang

Untuk mencapai spot ini kami harus ‘tracking’ menyusuri perkebunan warga. Pohon-pohon sih ada, hanya saja karena mungkin belum hujan jadi daunnya masih minimalis. Sehingga panas pun sangat terasa nikmatnya.

Setelah ‘tracking’ kami masih harus menuruni tangga ‘apa adanya’ yang terbuat dari bambu. Ya, sangat apa adanya. Tapi view di belakangnya ... bukan main...

Tangga menuju Batu Cangghe
Dan disinilah kami. Batu Cangghe, Giliyang – Sumenep – Madura.

Batu Cangghe - Giliyang
Batu Cangghe dengan laut birunya - Giliyang

Batu Cangghe ini merupakan sebuah cekungan tebing yang terbentuk secara alami, dan ada sebuah batu yang berfungsi sebagai penyanggah. Jika diumpamakan sebuah bangunan, Batu Cangghe ini merupakan sebuah gardu yang semua bahan penyusunnya adalah batuan. Termasuk juga tiang penyanggahnya.


Jangan tanya itu modelnya siapa haha

Nama Cangghe sendiri terinspirasi dari batu yang menjadi penyanggah ini. “Cangghe” merupakan bahasa Madura yang artinya penyanggah. Begitulah ceritanya.

ini bukan penampakan lho ya... namanya @panggilden

Seperti gardu pada umumnya, tempat ini sangat nyaman untuk tempat bersantai. Dengan posisi yang langsung menghadap ke lautan biru Madura, benar-benar susah buat berdiri kalo udah terlanjur duduk disini.

Overall ini adalah tempat terbaik versi Choirul Anam Nasrudin di Pulau Giliyang.


Batu Cangghe - Giliyang
Masih di Batu Cangghe - Giliyang

Aku nggak mau cerita banyak-banyak sih, silahkan nilai sendiri berdasarkan foto-foto diatas. Atau kalau masih nggak percaya, silahkan datang langsung ke Giliyang! Hahaha. Hati-hati nggak mau pulang tapi.


Perahu nelayan yang melintas di bawah Batu Cangghe

Dan... karena ini serial terakhir dari Perjalanan Ujung Pulau. Aku bakal ngasih pesan dan kesan selama mengitari Giliiyang. Yah siapa tau aja nggak sengaja dibaca sama pengelola pariwisata disana haha.

Kesan

Sangat keren, indah, gokil, mempesona, yah seperti itulah pokoknya. Kalo masalah eksotisme alamnya, awesome-nya, alaminya, nggak kalah sama daerah yang dibilang surga itu. Disini, di Madura yang katanya gersang, asin, kasar! Masih ada serpihan surga diantara semua itu.

Great!

Pesan

Mohon untuk ditambah lagi dalam hal fasilitas umum. Seperti tempat ibadah, tempat makan mungkin, dan yang paling penting toilet. Bagaimanapun keberadaan fasilitas tersebut sangatlah penting! *terutama bagi toiletman sepertiku*. Selama berkeliling ke tempat-tempat wisata tadi, aku hanya menemukan satu toilet yang ‘sepertinya’ toilet umum. Di spot sebelum menuju Gua Mahakarya tadi.

Lalu kepada warga sekitar harap diperhatikan lagi, jangan sampai ada tangan-tangan jahil yang merusak tempat-tempat tersebut. Tempat keren itu punya kalian, kelolalah, manfaatkanlah, dan jagalah. Yang akan merasakan hasilnya toh juga kalian sendiri.

Udah kepanjangan kayaknya nih. Haha

Untuk yang terakhir aku pesen, kepada kalian yang hendak mengunjungi pulau Giliyang, dimohon untuk tetap ikut menjaga juga. Pada dasarnya semua yang diberikan alam, adalah untuk kita nikmati dan jaga bersama. Bukan untuk merusak hanya semata karna pengen eksis belaka!

So guys...mmmm...

*ceritanya mau buat kata-kata mutiara tapi nge-blank*

Kalau mau ke Giliyang, hati-hati. Suka bikin lupa jalan pulang!

Haha

Kecup manja dari madura ~

#cuih

-END-
Share:

0 komentar:

Posting Komentar