Pernah kebayang ngga sih, gimana kalau shampo yang biasa
kita pakai buat menambah keimanan serta kewangian rambut, ternyata punya
kehidupan?
Punya keresahan, punya hasrat, punya keinginan dan tujuan
hidup?
Tentu saja tidak. Shampo kan barang mati. Ngapain punya
tujuan hidup!
Well, karena kata orang-orang bijak “ubahlah gabutmu menjadi
sebuah karya”, aku jadi ingin berimajinasi bagaimana jika Shampo yang ada di
kosan ku ternyata juga punya kegalauan dalam dirinya. Biar kayak karya-karya
novelis ternama, mari kita mulai kisah perjalanannya dari...
***
Pada suatu malam, yang penuh dengan lalu lalang kesibukan
manusia dengan segala instastory tentang "beban" hidupnya. Lampu-lampu jalan berwarna kuning terang,
perempatan dengan aba-aba merah kuning hijau, serta motor matic berlampu sein
kanan namun pengendaranya berbelok ke kiri. Malam di sebuah kota yang
disebut-sebut sebagai salah satu kota cerdas terbaik, yang ada di Indonesia,
Surabaya.
Pada malam itu, bila si Shampo mau disamakan dengan manusia, si Shampo bisa dibilang hendak
memasuki masa awal kedewasaannya. Bisalah disamakan dengan mahasiswa yang baru
lulus kuliah, dan sedang menunggu untuk dipekerjakan. Yap, benar. Shampo hanya
bisa menunggu dipekerjakan. Bukan seperti manusia yang sudah seharusnya mencari
pekerjaan, dan tidak hanya menuntut lapangan pekerjaan di akun fanpage meme
kekinian.
Malam itu, ia tengah menunggu momen terbaik dalam hidupnya
tiba dengan penuh kesabaran yang bercampur harap-harap cemas. Excited kayak
nungguin status “sedang mengetik...” dari gebetan. Aku rasa, semua dunia sama
saja. Dalam kolase kehidupan pershampoan pun, menunggu dipekerjakan bukan
perkara mudah, meski cuma “menunggu”. Si Shampo juga harus bersaing dengan
shampo-shampo merk yang lain. Setiap merk pun punya poin plus dan minus
masing-masing. Entah itu wanginya, kecocokannya, bahan pembuatnya, harga,
hingga jumlah followers mbak-mbak yang menjadi bintang iklannya. Bedanya dengan manusia,
skill yang sudah didapatkan para shampo ini tidak bisa diubah atau ditingkatkan
lagi. Bahkan, skill tersebut bisa jadi makin berkurang karena termakan usia
yang tertera sebagai “tgl exp”. Mereka hanya bisa bergantung pada posisi ketika
ia di pajang di Indomaret, Alfamaret, Hypermaret, serta maret-maret lain terdekat, dan kalau lagi kebagian jatah promoan.
Na'asnya lagi, mereka juga harus ekstra bersabar menunggu giliran
untuk berada di baris paling depan ketika dipajang. Karena biasanya, barang
baru diletakkan di paling belakang kan ya? Jadilah mereka harus menunggu baris
demi baris botol shampo didepannya terjual.
Sungguh lucu bukan, kita manusia bisa mempelajari kaidah
kesabaran dengan hanya membayangkan kisah hidup sebotol shampo.
Singkat cerita, giliran yang dinanti-nantikan si Shampo pun
tiba untuk berada dibaris paling depan. Rasa deg-degan menunggu momen dirinya
diambil dan dibayarkan di meja kasir sudah tinggal sedikit lagi. Dadanya
bergetar ketika ada manusia yang lewat di hadapannya. Seolah ingin berteriak:
“ambil aku!! Hey!!”
Sang manusia, hanya melewatinya.
“Hey manusia!! Aku! Pilih aku!”
Lagi-lagi, ia hanya dilewati.
“Hey manusia tampan.. akuu!”
Lagi...
“Hey! Aku!!”
Lagi...
“Akuu......!!”
Dan lagi...
“.....aku....”
Sebenarnya, beberapa kali ia sempat dipilih dan dibandingkan
dengan shampo sebelahnya. Namun, ia kalah karena lawannya sedang ada promo beli
shampo gratis sikat gigi. Tak logis memang tapi begitulah kenyataanya.
“Aku?? Yes... iya bawa akuu!!”
Akhirnya, momen itu pun tiba. Ia dipegang-pegang, dilihat, dan dipilih
oleh seongok manusia yang tidak terlalu tampan, namun cukup wangi ketika sedang
menggunakan parfum.
“Akhirnyaaa.... penantianku tidak sia-siaa.... hiks hiks”
Terharu dikala penantian panjangnya usai. Ia pun menangis
ketika tiba dimeja kasir. Pegawai kasir pun harus mengusap-ngusap barcode yang
ada pada botol si Shampo karena terbasahi oleh air matanya.
Perjalanan pulang didalam kantong kresek bergambarkan
“kurangi limbah plastik”-pun terasa begitu menyenangkan. Membayangkan bagaimana
ketika akhirnya ia bisa dipekerjakan, dan digunakan di rambut manusia, yang
ternyata juga seorang ABK (Anak Baru Kosan).
Selayaknya shampo pada umumnya, ia benar-benar menjalankan
tugasnya dengan sangat baik dan maksimal. Berubah menjadi busa ketika digunakan
untuk mencuci rambut. Membuat muka si anak kosan yang dulunya tidak terlalu
tampan menjadi tetap tidak terlalu tampan. Serta yang paling penting dan utama,
ia berhasil membuat rambut si anak kosan menjadi lebih wangi dan lebih lembut.
Ia pun merasa bahwa tujuan hidupnya sebagai shampo, kini telah tercapai.
Tinggal menikmatinya saja, hingga si anak kosan mulai memasuk-masukkan air ke
dalam dirinya (botol), tanda bahwa perjalanannya akan benar-benar berakhir
sebagai sampah daur ulang.
Walaupun... akhir perjalanannya tersebut akan masih cukup lama.
Karena nyatanya, sejak ia diambil dari rak toko indomaret enam bulan yang lalu,
ia masih ada di jendelan kosan anak manusia yang masih tidak terlalu tampan
tersebut. Jarang shampoan anaknya.
Wassalam~
Idk why I end up reading this but nice story. Kepp it up!
BalasHapusEntah kenapa aku jadi stalking bloggermu ya.. :-B
BalasHapus