Jumat, 26 Mei 2017

Pulau Gerah itu, Biasa Dipanggil Gili Genting


Cukuplah papan bercat putih sederhana dengan tulisan “Selamat Datang di Gili Genting”. Ngga perlu sambutan kebudayaan daerah. Ngga perlu hamparan karpet merah. Apalagi lambaian-lambaian tangan dari barisan kembang desa berbibir merah. Sama sekali ngga perlu. Yang aku harapkan saat ini ialah sesuatu yang beribu-ribu kali lebih penting dari hal itu. Sebuah papan. Papan ucapan selamat datang dengan penunjuk arah toilet dibawahnya. Ya, Cukup itu. Bayangkan saja, bagaimana rasanya 5 jam perjalan dengan beberapa kali macet, peluh yang bercucuran karena kepanasan, dan lomba nahan ngantuk of the year yang entah kenapa tiba-tiba terjadi sepanjang perjalanan Bangkalan - Sumenep.

Lalu sebagai guest-starnya, aku masih harus menahan kebelet 'bi-ei-bi' (baca: BAB) disepanjang perjalanan tersebut. Berat? Bahkan untuk seorang pro-toiletman verified centangnya tiga sepertiku, situasi seperti ini adalah situasi yang paling menyiksa. Lebih menyiksa dari jempol kaki yang kepentok meja. Lebih menyakitkan dari bulu kaki yang dicabut dan digoreng dadakan pake lakban. Lebih menderita dari pada ngeliat Raisa tunangan sama Hamish Daud yang cuma modal kacamata dan brewok 'agak' elegan. Ini... Yang seharusnya disebut sakit, tapi ngga berdarah~

*agak bau dikit ya ngga juga sih, kalo bau banget iya...

*duh

***

The Begining

Saat ini, aku sedang berada di atas perahu yang akan membawaku menuju Gili Genting. Berikut rombongan Nak-kanak Blogger Plat-M. Berikut penumpang lain yang juga ingin menyebrang (fyi: biaya menyebrang 10rb/orang). Berikut penderitaan yang sudah aku beberkan dua paragraf sebelumnya. Berikut pula ombak yang entah kenapa hari itu lumayan gede. Hingga cukup membuat pusing kepala bahkan sebelum perahu berangkat. Dan akibat 'berikut-berikut' tersebutlah, aku hanya mampu mengharapkan sebuah papan dengan penunjuk toilet disebelah mana, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Gili Genting.

Hasilnya... Nihil!


Malah view kek begitu yang pertama kali diberikan sama Gili Genting. Air yang super bening lengkap dengan ikan-ikan kecil yang berenang menjauhi perahu. Tega! Mana ucapan selamat datangnya? Mana papan yang biasa buat foto instagram itu? Mana? Yang lebih penting lagi, mana papan penunjuk toiletnya Gili Genting? Mana?!! Belum juga turun dari perahu, masak udah dibikin gagal move on. Ah!

Aku pun turun dengan kekecewaan yang meluap-luap. Jika diibaratkan, udah persis kayak air tandon yang meluber gara-gara lupa dimatiin. Lupa dimatiin selama 3 hari. Terlebih, saat aku sadar rasa mules yang sedari tadi ku tahan dengan penuh penderitaan, hilang entah kemana. Hancurlah sudah rencanaku untuk menceritakan bagaimana pengalaman menikmati toilet ketika pertama kali sampai di Gili Genting.

Masih dengan segala kekecewaan tersebut, aku dan teman-teman Plat-M menyegerakan langkah kaki menuju homestay yang sudah disiapkan oleh Kepala Desa Bringsang. Ya, terkadang wisatawan yang berkunjung ke Gili Genting memang akan dilayani Pak Klebun langsung (sebutan Kepala Desa dalam Bahasa Madura). Kami pun menghabiskan waktu dengan makan dan beristirahat siang itu. Karena selain cuaca sedang panas cerahnya, perjalanan kami pun tidak mudah. Dan berkat itulah, rasa mulesku kembali. Yes! Aku pun bergegas menuju masjid yang berada di dekat homestay. Finally, kewajibanku sebagai seorang muslim dan pro-toiletman, sudah terpenuhi. Alhamdulillah ~

*ngga penting banget sumpah :v

Pesona Sunset dan Mbak-mbak di Pantai Sembilan

Sore hari pun tiba tanpa diundang. Ibarat mantan yang tiba-tiba ngechat setelah lama hilang tanpa kabar. Kami memutuskan untuk bermain Banana Boat dan menikmati sunset di Pantai Sembilan, Gili Genting.

foto oleh : @ilhambagus.p

Pantai Sembilan inilah yang memang sedang gencar dipromosikan. Pasirnya putih. Airnya biru jernih. Fasilitas yang lengkap, meskipun toilet/kamar mandinya agak tersembunyi sih. Ayunan, tempat berjemur, papan tulisan, rangkaian daun berbentuk love, hingga ranjang bekas yang sudah 100% instagramable banget. Tinggal cari saja mbak-mbak yang mau diseret atau difoto secara diam-diam. Yakali ngga sengaja typo bilang ijab kabul, pas disahkan sama penghulu yang juga tiba-tiba muncul entah dari mana, kan ya lumayan. Hahaha. #apasih #dasarJomblo #abaikan

foto oleh : @fadelabuaufa
foto oleh : @fadelabuaufa

Bibir pantai sembilan ini benar-benar sempurna. Persis bibirnya Isyana yang kepedesan gara-gara Mie Ayam Pak Halim. Hot! Merah! dan bikin gerah! Selama tidak dalam keadaan mendung, prosesi mulai dari matahari menjadi jingga, turun perlahan hingga terbenam, benar-benar terlihat jelas dari pantai ini. Sudah pasirnya putih, airnya jernih, sunsetnya begituh. Gimana ngga mau typo ijab kabul disini ya kan? Iya kan mbak?? Lihat aku donk Mbak! Plis mbak!!! Hey!!! MBAK!!!

*mbaknya masih ngga noleh

*malah masnya yang noleh

*lalu aku juga noleh, biar dikira orang di belakangku yang berteriak

*padahal dibelakang ya ngga ada orang, sih.

*hingga akhirnya mereka hidup bahagia, selamanya*

- Terpaksa END -

Dan ketika malam tiba, Pantai Sembilan ini masih saja ramai pengunjung. Sekedar ngopi ditemani semilir angin laut kayaknya sudah bisa dikategorikan romantis, ya kan?

*cowok di depanku ngangguk

#omaigat!

- KALI INI END BENERAN -


Mencari Toilet di Koreanya Pantai Kahuripan Gili Genting

Keesokan harinya, kami melanjutkan eksplorasi ke Pantai Kahuripan. Masih di Gili Genting, namun berbeda desa dengan Pantai Sembilan. Untuk menuju ke Pantai Kahuripan, kami harus menyewa satu buah pick-up. Karena memang jaraknya cukup jauh. Sekitar 30 menit perjalanan. Dan karena kami berencana untuk mengejar sunrise, walhasil kami pun harus diospek untuk bangun pagi buta. Meskipun akhirnya mataharinya keburu terbit sih. Tapi Pantai Kahuripan benar-benar menawarkan pesona yang bertolak belakang dengan Pantai Sembilan.


Pantai Kahuripan merupakan tebing-tebing curam dengan ombak yang cukup besar yang selalu menghantamnya. Airnya juga biru, namun benar-benar belum ada fasilitas sama sekali disini. Suasananya masih sangat alami. Ditambah lagi dengan pohon-pohon yang entah apa namanya berjejer layaknya pagar alami sepanjang tebing. Dan yang pasti, adalah sunrise point yang tak henti-hentinya membuat aku lupa bahwa ngga ada toilet disini.

foto oleh : @niyasyah

Dan sebagai bonus, jalan untuk menuju Pantai Kahuripan ternyata juga punya pesonanya sendiri. Jalan yang katanya mirip kayak di Korea. Ngga tau juga itu Korea Utara atau Selatan. Yang pasti, ketika berjalan disini aku juga masih tidak bisa menemukan toiletnya sebelah mana. Bodo lah ya, intinya, tempat ini fix! Ada dan tercipta memang untuk di-instagramkan. #udahgituaja



***

And then, This is would be the end of the story

Sebagaimana semestinya sebuah cerita yang memiliki awal, begitu pula dengan ceritaku ini. Tibalah kita pada sebuah akhir. Meskipun bukan untuk selamanya sih. Semoga. Amin. Haha.

Well, sebenarnya sudah sekian lama aku ingin berkunjung ke pulau ini. Ya gara-garanya juga karena ngga sengaja liat salah satu foto teman yang berkunjung kesini. Hingga akhirnya, baru kemarin kesampaian untuk berkunjung bersama teman-teman Komunitas Blogger Madura (Plat-M). Perjalanan yang diawali dengan begitu penuh peluh, gelak tawa, sakit perut, hingga lomba menahan ngantuk of the year. Menelusuri dua pantai dengan suasana yang berbeda. Namun hasilnya tetap sama. Gerah!.

Big thanks to @bloggermadura (Plat-M.com)

Gili Genting, begitulah pulau itu biasa di panggil. Masih pengen balik lagi, maen lagi, gerah lagi. Dan untuk itu, aku sudah memantapkan batin untuk gagal move on dari Gili Genting.

*mode ala-ala Cinta di AADC2*

Gili Genting... Yang kamu lakuin ke aku itu... Jahat!

Wassalam!

Credit :
Terima kasih banyak juga kepadan spesial Guide kami Mas Vicky (Madura Indah Wisata) dan Mas Fadel (@fadelabuaufa). Pelayanan mereka berdua, totalitas!
Share:

Sabtu, 13 Mei 2017

Dear, Mbak Petugas Pom Bensin


Mbak, apa kabar mbak hari ini? Masih sehat kan? Masih tetep ngademin kan? Semoga Mbak masih selalu di berikan kesehatan dan kebahagiaan selama ini. Ngga terasa, waktu begitu cepat berlalu. Bak genangan air di aspal jalan tol yang terkena sinar matahari. Menguap habis tak berbekas. Kira-kira masih ingatkah Mbak kepadaku? Hahaha. Pertanyaan bodoh. Pertanyaan yang bahkan sudah tahu jawabannya apa, tapi masih juga dipertanyakan. Ya gimana mau inget ya Mbak, setiap harinya saja ada beratus-ratus pria yang juga Mbak temui di tempat itu. Pria-pria yang bahkan lebih tampan dan mapan dibandingkan dengan ampas cincau seperti diriku. Mbak pasti selalu menyapa mereka dengan ramah. Mbak bagikan senyuman manis itu kepada mereka dengan mudahnya. Ya, senyuman itu.
“Selamat pagi, dimulai dari nol ya mas”

Begitu menenangkan. Entah kenapa, kata-kata yang bahkan terlalu biasa saja ini terdengar begitu nyaman ditelinga. Dibalut dengan senyuman yang juga terlalu sederhana hingga tau-tau sudah penuh saja tanki bensin motorku. Wasit boleh minta tambahan waktu ngga?. Rasanya ingin berlama-lama aku diam disitu. Mengambil satu meja bundar dan dua kursi dari pintu ajaib Naruto. Duduk berdua saling berhadapan sembari sarapan mie telor sama teh anget. Bodo ametlah meski di tengah-tengah pom bensin. Sebuah imajinasi cetek yang mustahil terealisasi sih. Tanpa kusadari pula, antrian pria-pria setelahku sudah lumayan memanjang.



***



Simpel. Aku memanglah cowok yang bahkan 'terlalu simpel'. Hanya dilempari ucapan “Selamat pagi, dimulai dari nol ya mas” lalu diikuti senyuman setelahnya, sudah lemas tak berdaya. Penampilannya ya biasa. Berseragam merah dengan lambang Pertamina seperti karyawan lainnya. Hijabnya pun juga biasa. Tidak ada label harga yang sengaja dibiarkan ngga dicabut juga biar tau kalau itu hijab bermerek. Semuanya terlihat terlalu biasa saja. Lalu apa-apaan perasaan ini?

Apakah ini yang dinamakan cinta?

Hahaha. Oke, ini lebay.

Sebenarnya kisah ini hanya pengalaman receh yang sedikit aku lebih-lebihkan, sih. Tapi memang kejadiannya kurang lebih seperti itu. Dalam rangka magang untuk memenuhi salah satu kewajiban kuliah, aku dan 5 orang temanku berlagak jadi pekerja kantoran. Menyusuri padatnya jalanan kota Surabaya di pagi hari, dan kembali bergelut dengan kemacetan pada sore harinya.

Pagi itu... masih sama seperti pagi hari biasanya. Namun laju motorku harus terhenti untuk melakukan pengisian bahan bakar. Aku dan teman magangku pun harus menepi sejenak di pom bensin sisi kiri jalan raya. Motor ku tujukan perlahan ke tempat pengisian bensin yang sedang kosong. Dan disinilah, aku bertemu dengan Mbak petugas pom bensin.

Aku tidak tahu siapa namanya. Dia pun rasanya juga tidak ingin tau siapa seongok manusia di hadapannya. Namun, aku tetap disambut dengan ramah, komplit dengan senyuman itu. Keramahan yang selama ini ngga pernah aku temui ketika ngisi bensin di Madura. Bukan berarti pom bensin di Madura pelayanannya buruk sih. Hanya saja... aku rasa... dua paragraf awal ditulisan ini sudah cukup mengumpamakan kesan pertama yang aku dapatkan saat itu.


***


Lalu... Apa pentingnya nulis pengalaman ke pom bensin yang setiap hari orang lain juga lakukan setiap harinya?. Bukannya tulisan ini hanya curcolan receh dengan pemanis kelebay-an yang agak berlebih?. Intinya cuman ke pom bensin trus ketemu mbak-mbak cantik doank, kan?

Yes! Benar sekali. Pengalaman seperti ini, benar-benar ngga penting. Ngga guna. Lebay!. Receh parah sumpah!. Tapi eh tapi bang Napi ngga pake topi, pada pagi itu selain melakukan pengisian bahan bakar, aku juga harus melakukan sesuatu yang berhubungan dengan ‘identitas’ diriku. Jika motorku perlu bahan bakar, maka aku perlu sedikit mengeluarkan sisa pembakaran. Aku harus mampir ke toilet. Dan jangan sekali-kali anggap remeh. Hal remeh seperti ini akan berakibat fatal ketika misal, kebelet tak tertahankan di tengah kemacetan panjang. Fix! Itu sakitnya berkepanjangan. Lebih sakit dari pada lihat mantan suap-suapan di warung penyetan.

Dan hal lainnya ialah tentang first impression! *mohon dikoreksi kalau tulisannya salah*. Atau lebih gampangnya, kesan pertama. Bagaimana pentingnya sebuah kesan pertama dari pandangan seorang pro-toiletman.

Ada sebuah pepatah mengatakan, jangan nilai seseorang hanya dari penampilan luarnya.

Tapi bagaimana dengan kesan pertama? Apa yang akan terlintas di pikiran kita ketika melihat seseorang berpenampilan seperti preman, berdiri di dekat pom bensin? Apakah kita masih akan memilih mengisi bensin di tempat tersebut? Sebagian orang, bahkan aku sekalipun tidak akan mau. Bukan perihal prasangka buruk, lebih ke waspada. Memang benar, yang penampilannya buruk belum tentu aslinya buruk pula. Begitupun sebaliknya, penampilan baik belum tentu aslinya baik. Tapi yang pasti, hal yang baik akan jadi lebih baik jika diikuti dengan perilaku dan penampilan yang baik pula. *mbulet? Anggap saja iya #selesai #abaikan*

Dari pom bensin yang biasa saja namun Mbak petugasnya punya senyuman luar biasa ini, setidaknya aku belajar, bahwa kesan pertama itu penting. Apalagi untuk pelanggan berhati over-simpel sepertiku. Dikasi toilet bersih aja udah betah, masih disambut Mbak petugas yang ngademinnya udah kayak es cendol gratisan panas-panas di siang bolong.

Dear, Mbak petugas pom bensin nan jauh disana... Selamat bertugas dan berbagi senyuman indahmu setiap hari ~
Share:

Kamis, 11 Mei 2017

Ngobrol kemanusiaan bareng ACT


Setelah sekian lama ngga posting, karena memang sok sibuk. Akhirnya... Blog yang sudah penuh sarang laba-laba ini bisa posting juga. Dan... Pada kesempatan kali in,i aku ingin membahas suatu topik yang menurutku sih serius. Tentang kemanusiaan. Hmmm... berat parah. Seorang toiletman, yang sudah lama ngga kecium baunya, eh tiba-tiba nongol ngomongin kemanusiaan. Hahaha. Ya, memang kesannya agak kurang pantas dengan ‘pencitraan’ yang selama ini dibuat. Tapi karena menurutku ini penting, jadi memang harus di posting. Tentu aku juga ngga lupa ke toilet dulu sebelum posting tulisan ini, jadi ya.... santai saja gaes!. Toilet is love! Toilet is life!

Topik tentang kemanusiaan ini, merupakan salah satu hasil dari menghadiri sebuah acara sih sebenarnya. Jadi, ceritanya Plat-M mendapatkan undangan dari ACT (Aksi Cepat Tanggap) untuk ngobrol bareng tentang kemanusiaan. Dan alhamdulillah karena lagi free, *dan aslinya emang kebanyakan free LOL*, jadi bisa hadir untuk ikut ngobrol bareng. Walaupun, aslinya lebih banyak dengerin dari pada ikut ngobrol sih. Tapi dari acara ini, alhamdulillah (lagi) aku juga mendapatkan wawasan lebih perihal kemanusiaan, berikut gerakan kemanusiaannya, penanggulangannya, serta apa yang sudah dilakukan lembaga-lembaga yang ternyata ada di Indonesia, kepada masalah kemanusiaan di dunia.

Jujur, aku baru ‘ngeh’ juga kalau ada lembaga seperti ACT ini, yang bahkan sudah melakukan gerakan kemanusiaan mulai dari 12 tahun yang lalu, dan aku baru tau sekarang :3. Dan baru beberapa hari yang lalu (29/4/2017) sebelum postingan ini terbit, ACT baru saja memberangkatkan kapal ke somalia, dengan muatan 1000 ton beras untuk membantu kelaparan disana. Wow! Entah aku yang emang kudetnya kebangetan terlalu sibuk dengan nontonin naik turun chellenge, entahlah ya. Tapi men! Hal ini tentu pastinya lebih BOOM! dari pada toilet yang ber-AC dengan sofa sebagai tempat duduknya. Maka dari itu aku merasa memiliki secuil kewajiban untuk membuat postingan ini. Menuliskan apa yang aku dengarkan tentang obrolan kemanusiaan bareng ACT hari itu.


Mengangkat tema "Greatness Start From Humanity", yang bahkan untuk orang 'awam perihal kemanusiaan' sepertiku, sudah bisa mengerti seperti apa obrolan yang akan dibahas kali ini. "Perasaan paling hebat yang dimiliki oleh manusia ialah perasaan perihal kemanusiaan". Itulah kata-kata dari Presiden ACT Ahyudin yang aku catat sebagai pembukaan acara hari ini. Sama seperti analogi apabila kita ingin di bantu orang lain, maka kita harus mulai membantu orang lain. Apabila kita ingin bahagia, maka jangan lupa untuk membahagiakan orang lain. Dan hal yang akan membuat kita benar-benar menjadi manusia, adalah rasa kemanusiaan kita.

*manggut-manggut*

Masih banyak program-program yang akan dilanjutkan oleh ACT. Salah satunya ialah target pengiriman beras sebanyak 28000 ton untuk membatu bencana kelaparan di afrika. Mustahil kah? Aku juga berfikir demikian. Namun tahukah anda, ternyata 1000 ton yang beberapa hari yang lalu di berangkatkan, hanya membutuhkan waktu 3 minggu pengumpulan donasi. Hal itu pun, belum dibantu dengan gencarnya aliran informasi melalui social media. Orang-orang kudet sepertiku ini belum tau, padahal aku ya buka socmed tiap hari. Duh...

Ada sebuah fakta yang dibuka pada forum, yaitu bahwa yang melakukan donasi kebanyakan adalah orang2 yang bisa di bilang golongan menengah kebawah. Uang 5ribu, 8ribu, beras sekilo, semuanya dikumpulkan. Hingga akhirnya terkumpul 1000 ton beras. Dari sekepal demi sekepal, hingga menjadi sekapal. 

But wait! Kenapa kok jauh-jauh ke Somalia? Bukannya di Indonesia juga masih banyak yang kelaparan? Masih banyak yang membutuhkan bantuan?

Ya, pertanyaan seperti itu juga sempat di lontarkan ke dalam forum pada hari itu. Di Indonesia memang masih ada yang kekurangan. Mungkin juga masih ada membutuhkan bantuan. Tapi apakah mereka sampai benar-benar mengalami gizi buruk seperti di Somalia sana? Mengalami kelaparan berkepanjangan seperti di Afrika sana? Bagaimana jika negara yang bahkan masih kekurangan seperti Indonesia malah adalah negara yang lebih dulu bergerak dibangding yang lain?

Karena alasan itu pula lah, ACT mengumpulkan beras sebagai barang yang dikirimkan. Karena seberapa susahnya orang Indonesia, mereka pasti masih punya beras. Belum tentu semua orang mau berbagi uang, karen belum tentu pula semua orang punya uang. Tapi beras? Semua rumah pasti punya beras. Kira-kira begitulah jawaban yang diberikan dan berhasil aku tangkap sebelum pergi ke toilet untuk kesekian kalinya karena ACnya dingin.

Masih banyak sebenarnya hal yang ingin aku sampaikan terkait ACT. Apalagi tentang program-programnya. Nah, karena saking banyaknya dan malah nantinya dikira hoax karena infonya datang dari seorang toiletman yang sok tau ini, mending langsung stalking ke websitenya ACT deh ya... Haha.

Aksi Cepat Tanggap (ACT)
Share: