Selasa, 14 Juni 2016

Pilih Mana, Lima Ribu Jadi Gorengan atau Jadi Emas?

Mungkin judul diatas akan jadi pertanyaan satu juta dolar jika ditanyakan sama orang yang lagi puasa. Pertanyaan yang akan membutuhkan waktu cukup lama untuk menentukan jawabannya. Antara investasi buat nikah (kalau udah ada jodohnya), atau investasi perut yang sudah broadcasting bekali-kali.

efek nulis postingan ketika menjelang adzan maghrib :)

Mari lupakan tentang kondisi ‘lagi puasa’ dan kembalikan fokus pada pertanyaan:

“Pilih mana, lima ribu jadi gorengan atau jadi emas?”

Lima ribu jadi emas? Emas apaan lima ribuan? Emas emas yang biasa jualan cilok saos kacang apa gimana?

Mungkin itulah yang ada di benak kita semua ketika mendengar lima ribu jadi emas. Jadi gorengan aja udah syukur, ini malah jadi emas. It's like a mission impossible right? #apasih

Wait! Ngomongin soal Mission Impossible, kayaknya sih belum tayang saat ini di bioskop. Mungkin belum juga di produksi. Atau mungkin karena Bang Tom Cruise yang lagi sibuk nabung duit lima ribuannya jadi emas.

Karena faktanya, lima ribu bisa jadi emas adalah sebuah kenyataan. Kenyataan yang telah diwujudkan oleh Pegadaian dengan program tabungan emasnya. Cukup dengan lima ribu! LIMA RIBU! Sungguh sangat super sekali. Tak heran jika Bang Tom Cruise sampai menunda syuting filmnya.

Tabungan Emas adalah layanan pembelian dan penjualan emas dengan fasilitas titipan dengan harga yang terjangkau. Layanan ini memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berinvestasi emas.
Begitulah pengertian program tabungan emas yang aku stalking langsung dari website Pegadaian. Sekali-kali boleh lah stalking hal-hal beginian. Demi investasi masa depan... haha.

Hal yang dulu sering kita lakukan saat ke Pegadaian

Pegadaian tidak lagi hanya menjadi tempat untuk melakukan transaksi gadai barang. Semakin berkembangnya zaman, Pegadaian bak sedang mencoba berevolusi untuk lebih memberikan pelayanan dan kenyamanan lebih kepada masyarakat. Salah satunya adalah dengan program tabungan emas ini. Jadi ngga usah kaget kalau melihat anak-anak muda kece ke pegadaian untuk masa depan mereka. Siapa tau juga itu ternyata aku. Hahaha



Banyak sekali keuntungan yang kita bisa dapat saat menabung emas di pegadaian. Selain untuk masa depan tentunya. Berikut adalah beberapa keunggulan yang berhasil aku usut setelah stalking.
  1. Pegadaian Tabungan Emas tersedia di Kantor Cabang di seluruh Indonesia (sementara hanya tersedia di Kantor Cabang Piloting).
  2. Pembelian emas dengan harga terjangkau (mulai dari berat 0,01 gram).
  3. Layanan petugas yang profesional.
  4. Alternatif investasi yang aman untuk menjaga portofolio aset.
  5. Mudah dan cepat dicairkan untuk memenuhi kebutuhan dana Anda.

Prosedur Tabungan Emas Pegadaian
  1. Membuka rekening Tabungan Emas di Kantor Cabang Pegadaian hanya dengan melampirkan fotocopy identitas diri (KTP/ SIM/ Passpor) yang masih berlaku.
  2. Mengisi formulir pembukaan rekening serta membayar biaya administrasi sebesar Rp. 5.000,- dan biaya fasilitas titipan selama 12 bulan sebesar Rp. 30.000,-.
  3. Proses pembelian emas dapat dilakukan dengan kelipatan 0.01 gram dengan atau sebesar Rp. 5.480,- untuk tanggal hari ini (13-06-2016). Misalnya jika ingin membeli 1 gram, maka harganya adalah Rp. 548.000,- .
  4. Apabila membutuhkan dana tunai, saldo titipan emas Anda dapat dijual kembali (buyback) ke Pegadaian dengan minimal penjualan 1 gram dan Anda dapat menerima uang tunai sebesar Rp. 527.000,- untuk tanggal 13-06-2016.
  5. Apabila menghendaki fisik emas batangan, Anda dapat melakukan order cetak dengan pilihan keping (5gr, 10gr, 25gr, 50gr, dan 100gr) dengan membayar biaya cetak sesuai dengan kepingan yang dipilih.
  6. Minimal saldo rekening adalah 0.1 gram
  7. Transaksi penjualan emas kepada Pegadaian dan pencetakan emas batangan, saat ini hanya dapat dilayani di Kantor Cabang tempat pembukaan rekening dengan menunjukan Buku Tabungan dan identitas diri yang asli.

#MenabungUntukMasaDepan

Selain itu, segala transaksi beserta pendaftarannya bisa kita lakukan secara online. Jadi bisa kita akses dan pantau dari mana saja dan kapan saja. Pantes Bang Tom Cruise bisa daftar juga. Semuanya online sih, jadi ngga ada lagi yang namanya batasan wilayah.

Jadi, lima ribu jadi gorengan atau jadi emas?

Share:

Jumat, 03 Juni 2016

Jus Apel Ironi di Jum'at Pagi



Untuk beberapa alasan, aku mencoba mengeraskan pikiran ketika bangun tidur tadi. Menoleh kanan dan kiri mengamati jalanan di pagi hari. Mencari secuil inspirasi untuk ditukarkan berkah hari ini.

Jus apel segar ku beli guna membantu inspirasi itu datang. Namun nyatanya ini bukan seperti jus apel yang aku bayangkan. Tetapi lebih terasa seperti jus susu dengan sedikit banget rasa apel. Jus dimana porsi es batu dan susunya, lebih banyak dibandingkan buah apelnya. Ah! Sungguh sebuah "ironi di pagi hari".

Aku duduk santai disamping gerobak sederhana jus buah tadi. Menikmati suasana kota Bangkalan dari jalan tepi. Memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang tanpa henti. Seakan-akan kesibukan semua orang pagi itu tumpah ruah di jalanan.

Ketukan demi ketukan ku arahkan pada layar persegi berukuran 5 inchi. Sembari sesekali menikmati jus apel yang diselimuti ironi. Mencoba mendapatkan sesuatu untuk diperhatikan diantara padatnya kesibukan jalan. Menyulam kata demi kata dengan perlahan. Berharap jadi satu postingan yang akan terpampang di blog nanti. 

Intinya, nulis!


***


Hari ini, bisa dibilang biasa aja. Sama seperti hari-hari yang lalu. Cicilan project tugas kuliah. Percobaan menghibur diri yang kadang sampai kelewatan seharian. Menjadwalkan apa yang akan dilakukan meski pada akhirnya tetap jadi 'jadwal'. Juga sedikit hal-hal yang anak muda lakukan biasanya.

Dan kegiatan awal yang aku mulai untuk pagi ini adalah bayar pajak sepeda motor.

Yes! Pekerjaan yang 'anak muda' banget! Haha.

"Anggap saja lagi jalan-jalan"

Persepsi yang coba aku tancapkan dalam pikiran sambil memanaskan mesin motor. Mengecek kondisi ban depan dan ban belakang. Takutnya posisi mereka tiba-tiba dekat karena kangen sudah lama terpisahkan #hallah. Menarik nafas dalam-dalam. Dan mengeluarkannya secara perlahan selaras dengan tarikan gas di tangan kanan. Let's go gaess...

Tiba-tiba!

"Din!". 

Suara lantang menghatam keras gendang telingaku.

"Din! Tunggu din!". 

Suara yang menghentikan tarikan gas motorku.

"Tunggu!". 

Dengan berlari-lari kecil dia menghampiri ku. Dan...

#pakk!

Tangan itu meraih pundakku.

Suara lantang yang merdu, lari-lari kecil yang sendu, hingga dekapan hangat di bahu. Mungkin itu semua akan jadi begitu syahdu jika pemilik suara dan tangan tadi adalah seorang wanita cantik pemeran utama ftv.

Namun sayangnya, ini bukan televisi... gaes!. Si pemilik suara tadi, adalah bapakku. Ya, pemilik suara lantang dan orang yang lari mengejarku adalah bapakku.

"Nak, kamu salah motor... ayo balikin sama yang punya". Ucap bapakku syahdu.

Hening sejenak.

Aku tatap motor yang aku tumpangi. Aku tatap kembali ke mata bapak. Seakan-akan ada isyarat untuk menoleh ke belakang. Dan ketika aku menoleh. Benar saja, si empunya motor langsung membalas tatapanku tajam. Seakan-akan berkata :

"Cakep juga nih bocah! Leh uga nih dibawa pulang".

Oh men! Sangat manis sekali. Seandainya tatapan itu ngga datang dari seorang bapak-bapak bertampang preman ala sinetron pukul 7 malam. Sekali lagi! Kita ngga lagi ada di televisi. Tapi aura bapak-bapak ini membawa kita disitu bak sedang ada di salah satu scene ftv.

#cut!

Oke. Tanpa basa basi aku turun dengan perlahan. Meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan. Tak lupa juga memasang muka melas penuh harap pengampunan. Dan mengganti motor. Melakukan pengecekan 'safety riding' seperti biasa. Dan yang paling penting melakukan pengecekan, ini motor bapak udah bener apa belum.

Yosh! Mari tancap!

Aku berangkat dengan pasti, menyusuri jalanan di jum'at pagi. Tempat tujuanku adalah kantor Samsat Bangkalan. Bayar pajak bro! Biar jadi warga negara yang baik dan benar.  Dan motorku melaju dengan santainya.


***

Agak kesiangan sepertinya.

Begitulah gambaran yang terlintas di pikiran ketika melihat segerombolan pelajar SMP turun dari angkot. Sedikit bernostalgia dengan seragam coklat yang mereka gunakan. Masa-masa dimana angkot kosong adalah prioritas dan duduk di kursi sebelah supir adalah sebuah kesenangan tesendiri. Ah... umur!

Aku terus memacu laju motor dengan sederhana. Seakan nostalgia tadi menjadi lagu pengiring dalam sebuah cerita. Waktu pun ikut terhanyut karenanya. Tanpa sadar, aku sudah memasuki daerah kota, dan sampai di kantor Samsat Bangkalan. 

Aku menyalakan lampu sein kiri, dan mulai memutar kendali dengan hati-hati. Tepat ketika aku melewati gerbang, seorang lelaki paruh baya menyambut kedatanganku dengan senyumnya. Tanpa berkenalan pun, aku sudah bisa menebak siapa beliau. Aku bergegas menuju tempat kosong diantara jejeran sepeda lainnya. Memastikan posisi sepeda motor sudah mantap dan melepas helm. Aku sempat menoleh ke arah pria paruh baya tadi. Lagi-lagi, beliau mensuguhkan senyumannya. Namun kali ini sedikit berbeda. Seakan-akan beliau berkata :

Kita akan bertemu lagi setelah kamu selesai, pemuda!

Ya. Dialah orang yang menyambut kedatanganku, juga orang yang akan melepasku pergi di Samsat hari itu. Selamat bertugas! Pak parkir!

Aku bergegas menuju sebuah loket di belakang kantor Samsat untuk membeli map. Yang kalau ngga salah, beberapa bulan yang lalu harganya masih Rp. 1000 per buahnya. Sekarang sudah berevolusi menjadi Rp. 5000 per buahnya. Wow kah? Positif thinking sajalah ya. Mungkin bahan untuk membuatnya lebih ‘berkualitas’ dibanding beberapa bulan yang lalu.

Ngga ada yang spesial selama aku melakukan pembayaran pajak. Semua ketentuan dan alurnya sudah terpampang jelas di sebuah papan yang ada dalam ruangan pendaftaran. Tinggal baca persyaratannya, lengkapi dan daftarkan formulir dengan map ‘berkualitas’ beserta STNK dan KTP asli di dalamnya. Dan proses menunggu pun dimulai.

Sempat terbesit untuk melakukan testing pada toilet yang ada di Samsat. Tapi jariku sudah terlanjur beradu dengan keyboard virtual di handphone untuk menyelesaikan target hari ini. Nulis!

Lebih dari sepuluh paragraf tercipta ketika proses menunggu pembayaran pajak. Sampai akhirnya nama bapakku disebut melalui sound system untuk menghadap loket dua. Pembayaran dilakukan. Dan selesai! Mudah kan? 

Jadi... kapan bayar pajak? Hahaha

Aku keluar Samsat dilepas dengan ikhlas oleh Pak Parkir sesuai janjinya. Masih dengan orang yang sama, baju yang sama, serta senyum yang sama saat beliau menyambut kedatanganku.

Sempat berpikir untuk langsung pulang. Tapi sepertinya, 10 pragraf yang aku rangkai tadi harus segera kulanjutkan. Selagi semangatnya masih ada, tinggal menambah sedikit suasananya. Dan Stadion Gelora Bangkalan adalah tempat yang ku tuju selanjutnya. Tempatku mengadu jari-jari sekali lagi. Hingga jadilah tulisan ini.

Ini adalah sebuah tulisan yang ku buat pada hari Jum’at pagi. Tentang pagi berganti siang dengan melakukan kegiatan yang ‘anak muda’ banget! (baca: bayar pajak sepeda motor). Dan menghabiskan segelas jus apel ironi sebagai penutupnya.
Share: