Rabu, 07 Desember 2016

#MenduniakanMadura : Catatan Pemegang Kamera (Prolog)


#MenduniakanMadura,

Hashtag ini, sempat menjadi fenomena di sosial media pada minggu terakhir bulan November 2016. Menumbangkan kemeriahan acara musik pagi hari, mengalahkan panasnya gosip ibu-ibu di gerobak sayur Pak Maman, bahkan memukul telak ketenaran sinetron-sinetron india jam 7 malam (karena emang hebohnya pas masih pagi, sinetronnya belum mulai). Memang terdengar agak lebay, tapi silahkan saja cek hashtag #MenduniakanMadura di twitter dan #MenduniakanMadura di instagram. Aku pastikan kalian akan segera nabung! Supaya bisa jalan-jalan ke Madura, dan ketemu sama AKU. HAHAHA *dikeplak!

#Okeskip!

22-25 November 2016, Aku bersama teman-teman Komunitas Blogger Madura (Plat-M) berduet heboh bersama BPWS untuk #MenduniakanMadura, melalui blog dan sosial media. Memboyong 50 blogger dari penjuru Indonesia, untuk diajak berkeliling Pulau Madura. Menelusuri #JejakBPWS mulai dari Jembatan Suramadu, melalui jalur pantura, dan kembali melewati jalur selatan selama 4 hari 3 malam. Melihat secara langsung bagaimana alam Madura, budaya, serta pembangunan dan pengembangan infrastruktur pendukungnya. Baik itu yang sudah selesai, sedang berjalan, hingga yang masih rencana. Semuanya dibungkus rapih dalam hashtag #MenduniakanMadura.


Penampakan beberapa panitia pria

Sebagai salah satu panitia, tugasku adalah untuk memastikan koordinasi dengan para peserta. Pendataan peserta, mengumpulkannya menjadi satu di grup Whatsapp (yang masih tetep rame sampai tulisan ini publish), menjawab semua pertanyaan-pertanyaan mengenai persiapan acara, menjelaskan syarat dan ketentuannya, jadwal acara, penjemputan hingga kepulangan. Intinya aku harus memastikan kelancaran arus informasi antara peserta dan panitia, mulai dari peserta terpilih, hingga hari-H, bahkan setelahnya, selama 24 jam.Hmmm... 24 jam kurang-kurangi dikit lah ya.

Sempat agak was-was karena beberapa peserta yang tiba-tiba mengundurkan diri dari acara ini karena kendala ijin dan semacamnya. Namun dengan mengerahkan segala koneksi yang ada, akhirnya peserta tetap terpenuhi sesuai rencana.

Seiring berjalannya waktu, bak sebuah kentut tanpa suara yang tiba-tiba bau. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Aku berangkat menuju titik kumpul panitia di basecamp Plat-M Bangkalan, tepat selepas sholat shubuh. Ketika sampai disana, teman-teman panitia yang lain sudah bersiap. Karena memang mereka sudah stay di basecamp sedari H-1. Salut buat mereka!

Setelah semuanya sudah benar-benar siap kita pun berangkat menuju kantor BPWS. Untuk selanjutnya melakukan penjemputan peserta. Sebenarnya, tugasku sebagai panitia pada hari-H ini hampir tidak ada. Jadi kalau ngga bantu-bantu angkat perlengkapan, ya paling mainin HT panitia.

Hingga akhirnya Mas Aldi, selaku sie acara yang kadang merangkap PDD, menghampiriku. Dia berjalan dengan gagah berani, layaknya sedang berjalan menemui calon mertua. Langkah tegap dengan dada dibusungkan. Menatapku penuh keyakinan. Dan memberikan sesuatu di tangannya!

Pak, anakmu akan saya nikahi, dan akan saya bahagiakan! Boleh?”.

*tiba-tiba hening*

Nam, kamu kan ngga terlalu ada kerjaan kan, ini aku pasrahin kamera ini buat kamu ambil momen yak. Jangan di ilangin lho tutupnya ini”. Ucap Mas Aldi sembari memberikan kameranya kepadaku.

Baiklah mas”. Jawabku singkat.

Lalu dia pergi dengan senyum yang satir. Berjalan dengan langkah pilu namun berusaha tegar. Bersabarlah mas, jodoh ngga kemana. #loh? #abaikan

Penampakan kamera yang dipasrahkan (Sumber : www.yitechnology.com)


Yap, inilah tugas baru ku selama acara #MenduniakanMadura berlangsung. Aku dipasrahi sebuah kamera action lengkap dengan tongkat saktinya. Tugasnya pun ngga terlalu ribet sebenarnya. Hanya perlu cekrak-cekrek mengabadikan momen, dan menjaga tutup lensanya supaya tidak hilang. Sangat easy dan menyenangkan. Namun siapa sangka, baru beberapa jam diserahkan, tutup lensa kamera yang sedari tadi aku pegang, tiba-tiba hilang entah kemana.


Penampakan tutup lensa yang hilang (Sumber : tokopedia)

Aku pun mulai mencari dengan menelusuri tempat-tempat yang pernah aku lewati. Tempat-tempat yang pernah aku duduki. Juga menanyakan kepada teman-teman panitia yang lain tentang kebedaraan tutup lensa tersebut. Oh tutup lensa nan imut, dimanakah engkau berada??!

Hingga akhirnya tutup tersebut di temukan oleh Mas Mahdus di selokan kecil yang tidak berair. Padahal aku juga melewati dan mencari disitu, namun entah kenapa malah Mas Mahdus yang menemukannya. Hmmm... mungkin ini  yang dinamakan 'the power of bapak-bapak', hahaha. Terima kasih Pak Mahdus.

Semenjak kejadian tersebut aku pun mulai berhati-hati setiap menggunakan kamera tersebut. Terutama tutup lensanya. Namun yang namanya manusia, terkadang memang butuh lebih dari sekali pelajaran untuk benar-benar mengerti. Ya, tutup kamera kecil putih dengan tekstur kenyal lembut itu, jatuh untuk yang kedua kalinya.

Dorkas yang kami tumpangi, menyusuri jalanan di Giliyang

Kali ini kejadiannya berlangsung ketika kita berada di Pulau Giliyang, Sumenep (hari kedua). Tepatnya ketika sedang asik berfoto ria diatas dorkas dalam perjalanan menuju homestay. Ditengah gerimis yang menemani. Tutup lensa ini perlahan namun pasti, dia terjatuh dan menggelinding syahdu di jalan paving yang kami lewati. Seakan-akan pasrah dan berkata:

“Tinggalkanlah saja aku, kawan! Jika itu yang membuatmu bahagia! Berbahagialah ~”.

Melankolis! Banget! Ditambah gerimis ini! Duh...

Aku mencoba memberikan tanda untuk berhenti sejenak kepada sopir dorkas. Namun apalah daya, suaraku tak terdengar oleh beliau. Ditambah lagi dengan wajah para penumpang lainnya yang sudah tidak sabar ingin segera istirahat di homestay. Tunggulah disana sejenak, wahai tutup lensa kawanku. Bagaimanapun caranya aku akan menjemputmu dengan elegan. Tunggulah.

Untuk yang kedua kalinya, tutup lensa tersebut hilang. Pikiranku sempat gundah gara-gara si bulat putih ini. Orang lain galau gara-gara menghalalkan cewek atau cowoknya. Ini malah cuman gara-gara tutup lensa. Cupu! Hahaha.

But, gaes! Ini sebenarnya bukan tentang tutup lensanya, tapi lebih ke tanggung jawabku kepada kamera yang aku pegang. Kepada Mas Aldi yang sudah memberanikan diri melamar calonnya yang belum ada. Kepada kawanku tutup lensa, yang rela aku tinggalkan untuk kebahagiaan semu. It’s a pride as kameraman! Gaes!

Aku sempat berfikir untuk menelusuri jalan tadi dengan jalan kaki. Namun ketika sadar ada motor nganggur yang bisa aku pinjam. Akhirnya aku pun berangkat bersama Mas Ali. Kembali menyusuri jalanan yang kami lewati tadi. Menerobos hadangan laron yang beterbangan sesukanya di tengah jalan. Menjemput kawan kecil yang membawa harga diriku sebagai seorang kameraman.

Layaknya usaha yang tidak akan mengkhianati hasilnya, aku pun berhasil menemukan tutup lensa tersebut dengan kondisi sedikit mengenaskan. Berada di tepian jalan. Dengan tanah yang menempelinya. Bukti bahwa selama dia terjatuh dan tertinggal, ada kejadian lain tak terungkap yang menimpanya. Tapi tenanglah kawan, aku disini menjemputmu sesuai janjiku dan akan selalu ada untukmu.

#iniceritaapasih


Menikmati suasana pagi di Pantai Ropet - Giliyang

Begitulah... catatan ngga jelasku sebagai seorang pemegang kamera. Agak cupu memang. Tapi dari pengalaman ini, aku belajar tentang menjaga kepercayaan. Bagaimana besar dan beratnya sebuah tanggung jawab. Bagaimana mempertahankan harga diri. Melalui benda yang bahkan mungkin ngga sampe 5000 rupiah harganya.


Wassalam ~
Share:

Selasa, 27 September 2016

Serunya Nyelundup ke Acara Oppo Community F1s Meet Up Surabaya

Hidup itu, perlu yang namanya iseng. Iseng nulis di blog tau-tau dapat tawaran kerja sama. Iseng belajar bahasa arab, eh malah fasih beneran. Iseng kirim sms minta pulsa ke dosen, ternyata dapet pulsa beneran (tapi nilai E :v). Iseng ngechat mantan, sampe keterusan lalu ngga sadar malah balikan. Intinya... iseng yang tetap wajar dan sekiranya bisa mengembalikan hal positif pada diri kita.

Seperti salah satu keisengan yang aku lakukan beberapa waktu lalu. Mendaftarkan diri ke acara Oppo Community F1s Meet Up yang bertempat di Still Rod Cafe Surabaya. Meskipun sebenarnya handphone yang aku gunakan adalah Zenfone 5, ya iseng aja daftar.

Hasilnya, aku pun berhasil mendapat email ‘kepastian’ dari tim Oppo Community. Dan keisengan yang ku tanam, berubah menjadi sebuah undangan untuk menghadiri acara Oppo Community F1s Meet Up Surabaya. Ngga kayak nungguin kepastianmu, yang meskipun dipupuk dan disiram, tak pernah tumbuh dan berkembang. Statis! #uhhh :v

Registrasi acara dimulai pada pukul 17.30 WIB (Waktu Indonesia Bagian handphone masyarakat Surabaya dan sekitarnya). Sebagai mahasiswa yang teladan, tentunya aku datang telat. Telat-dan lebih tepatnya, hahaha.

Begitu sampai di Still Rod Cafe, aku langsung bergegas melakukan registrasi kehadiran dan mencari posisi duduk paling nyaman (pojokan). Sembari menunggu peserta yang lain datang, panitia mempersilahkan kita yang sudah sampai duluan untuk makan. Entah nama makanannya apa aku lupa. Yang pasti makannya pake pisau, dan ngga ada nasi di menunya. Namanya juga mahasiswa, makan indomie aja pake nasi, masak makan daging ngga nyari nasi :v #prinsip


Setelah acara pisau-memisau berlalu, dan dirasa peserta sudah rampung, barulah acara dibuka dengan saling  perkenalan satu-satu peserta. Tentunya aku ngga mau ketinggalan donk. Lumayanlah bisa promosi socmed dan blog toiletman.xyz hohoho. Mayan... nambah 1 viewer :v

Sesuai dengan namanya, acara dilanjutkan dengan presentasi singkat tentang Oppo F1s. Ngga hanya dari tim Oppo, tapi juga dari O-fans yang sudah merasakan bagaimana sensasi kencan dengan Oppo F1s yang mulus, bersih, elegan bin tipis body-nya.

Nah, biar ngga mainstream. Review dan penjelasan tentang Oppo F1s yang sudah aku dapatkan pada acara ini, bakalan aku jelasin dalam sebuah scene sinetron pendek. Antara dua sahabat Ali dan Jason, yang sedang makan bakso di warungnya Bang Song.

***

*setelah beberapa iklan duta shampo dan pembahasan gelembung lemon soda berlalu, sinetron pun... dimulai...*

Pada suatu hari di sore yang santai, warung Bang Song tengah tiba dimasa lengang. Setelah diterpa badai serangan jam makan siang yang frontal. Disisa-sisa serangan tersebut, munculah dua sosok mahluk dari kejauhan. Perlahan mendekat dan mulai menyamankan diri duduk di kursi plastik sederhana, dengan meja berbariskan botol caos kecap dan sambal.

“Bang, bakso dua yakk”. Kata Ali sembari duduk dengan muka lusuh bernampan tangan di dahinya.

“Minumnya Lemonade tea with coconut ice, dua ya bang”. Sambar Jason dengan tampan ‘bule gagal’-nya.

“.......”. Bang Song diam menatap Jason.

*hening sejenak *

Mereka bertiga pun saling bertukar tatapan dalam waktu yang cukup lama, dan berhenti dengan Ali dan Bang Song yang menatap Jason bersama-sama.

“Es teh bang... dua...”. Jason nyengir.

Bang Song pun melengos, dan melanjutkan proses peracikan bakso ke dalam mangkoknya.

“Gimana son? lu bisa ikut aku ngga besok? Aku butuh temen, buat diminta saran pas di tempat besok”. Ali menumpahkan kerisauannya.

 “Lah kalo ane cuman ikut doank mah, ngga majalah Al, cuman kalo ngasih saran kayaknya ane ngga bisa”. Jawab Jason sembari memainkan Handphone-nya.

“Ah, lu mah gitu son... aku kan juga pengen eksis di yutub son... pengen berkarya!”.

“Ya lagian, ente ada-ada aja Al, budget cuman 4 jutaan pengen hape bagus sama kamera pro. Ngarang luh”. Tandas Jason di ikuti dengan senyum kecil.

“Lah ya abis bijimana lagi Son, hapeku kemaren rusak, kecemplung kuah rawon”. Wajah Ali kembali suram.

“Hadeh Ali Ali, kok bisa sampe nyemplung ke kuah rawon itu lho... gimana ceritanya -_-”.

Dengan senyuman yang masih tersisa di bibirnya, Bang Song pun datang menghidangkan dua mangkok bakso dan es teh kepada mereka.

“Nih, itadakimasu!”.

Ali dan Jason pun bengong seketika. Menatap wajah tukang bakso yang ternyata mukanya kayak artis korea. Tapi ngomong bahasa jepang. *alasannya: penulis ngga tau bahasa koreanya selamat makan :v*

Bang Song pun mengambil kursi dan duduk bergabung bersama mereka. Mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

“Ini adalah jawaban masalah kalian”. Ucap Bang Song ala-ala Om Mario berusaha Teguh made in Korea.

Ali dan Jason terpaku sejenak pada benda yang di keluarkan Bang Song.


“Ini catatan belanjaannya siapa bang?”. Ali penasaran.

Bang Song pun terkejut, dan segera mengambil kembali benda yang dikeluarkannya tadi. Sembari nyengir ngga karuan, Bang Song pun membuka topinya dan mengeluarkan sebuah handphone dari sana.

“Wih... abang bisa sulap ya ternyata... keren keren! Pantes mukanya mirip artis korea”.  Saut Jason lantang sambil tepuk tangan.

*lagi-lagi situasi hening seketika*

“Bukan... maksud saya, ini nih jawaban dari permasalahan kalian tadi”. Pungkas Bang Song.

“Oh... abang mau kasih aku hape bang? Wah makasi lho ba...”.

“Et etetett! Sembarangan main ambil aja... maksudnya itu, kamu kan tadi lagi mau cari hape sama kamera bagus dengan budget terbatas toh... yaini dia jawabannya. Oppo F1s Selfie Expert! #cekrek”. Bang Song segera mengambil handphone yang dia keluarkan dari tangan Ali, kemudian selfie.

Sembari Ali dan Jason menyantap bakso mereka, Bang Song pun melanjutkan silver ways-nya. Dan ya, masih ala-ala Om Mario gagal Teguh made in Korea.


“HP ini layarnya udah 5,5-inci dilapisi 2.5D Corning Gorilla Glass 4, serta lapisan logam di bagian pinggir dan pojokannya ini nih, jadi tampak elegan dan lebih nyaman di genggam”. Bang Song melanjutkan penjelasan sembari mempraktekannya.

“Lebih enak mana sama genggam pacar bang”. Saut Jason sambil senyum agak kepedesan.

“Hahaha, ya enak genggam tangan pacar lah... pacarnya orang lain tapi lho yaaa”. Jawab Bang Song diikuti dengan tawa mereka bersama.

“Selain itu, nih saya kasih tunjuk yaaa”. Bang Song menunjukkan Oppo F1s-nya.

“Di tombol tengah ini, bisa pakai untuk memindai sidik jarimu. 0.22s Touch Access!”.


“Dan ngga hanya satu, Oppo F1s ini bisa memindai sampai 5 sidik jarim yang berbeda, dan dijadikan sebagai tombol shortcut untuk langsung membuka aplikasi yang kamu inginkan”. Jelas Bang Song lebih dalam lagi.

“Misal nih, jempol kanan buat buka BBM. Telunjuk buat WhatsApp. Jari tengah buat Call contact mantan. Jari manis buat buka Path. Jari kelingking buat buka OK google: “Cara menambah ketampanan 5% perhari”. Terserah kalian dah... intinya, fitur ini bisa dibuat untuk menyimpan 5 sidik jari sesuai keinginan kalian”. Lanjut Bang Son.

“Bisa nyimpen kenangan juga ngga bang”. Jason mulai #ngeFeel :’v

#abaikan #lupakan #lanjut

“Trus bang, kalo buat maen game gitu bang? Kuat dan tahan ngga baterenya?”. Tanya Ali penasaran.

“Yaelah, cuman buat maen game doank mah cetek. F1s ini punya RAM 3GB dan Octacore 64bit processor di dalemnya. Jadi ngga usah khawatir masalah ngelak game, multitasking, semuanya dijamin lancar jaya kayak jalanan Jakarta pas mudik lebaran”. Pungkas Bang Song dengan mata sipitnya yang seakan-akan ikut berbicara.


“Total kapasitas Baterenya pun udah 3075 mAh. Belum lagi didukung dengan technologi VOOC Rapid Charge yang terkenal kecepatan dan amannya. Jadi masalah batere atau maen game nangkep pokemon sampe tepar juga ngga masalah”. Bang Song berhenti sejenak sembari menyeruput es teh milik Jason.

“Yaelah bang... ane yang beli belum nyentuh, eh udah di sruput duluan”.

“Ntar saya buatin lagi dah... elah”. Ucap Bang Song sembari beranjak dari tempat duduknya.

“Untuk storage-nya gimana bang?”. Tanya Ali penasaran (Part II)


“Ngga usah kuatir masalah storage. Oppo F1s udah nyediain 32GB buat ROM-nya. Dan bisa di tambah dengan memori card sampai 128GB. Itu udah lebih dari cukup buat nyimpen kenanganmu kok. Haha. Slot memorynya sendiri sudah menyatu dengan dua slot untuk SIM card-nya. Tinggal tarik di bagian kanan atas handphone. Semua SIM-cardnya juga sudah support 4G. Ngga perlu potong kartu juga. Simple no ribet lah intinya”. Jelas Bang Song sambil berjalan mengantarkan teh pengganti milik Jason.

“Thanks, bang. Etapi, ini tampilan hape abang bagus juga nih. Pake template apaan bang?”. Tanya Jason yang sedari tadi ngubek-ngubek handphone Bang Song.


“Itu bawaan dari Oppo F1s sebenernya. Color OS 3.0 berbasis Android 5.1 yang terbaru. Tampilannya fresh dan juga stabil. Ngga perlu donlad-donlod lagi... eman kuota. Hahaha”. Mereka tertawa bersama.

“Pertanyaan terakhir nih bang, aku kan mau jadi yutubers bang. Mau bikin volog volog gitu... kira-kira bagus nggak kameranya si Oppo F1s ini?”. Tanya Ali penasaran (The Last)

“Hahaha... maksudmu vlog yah? Haha. Jawaban dari pertanyaan kamu ini, malah sudah dijawab sama tagline-nya Oppo F1s sendiri. Yaitu Oppo F1s Selfie Expert!”. Jawab Bang Song yang mulai masuk mode MLM dari Korea sepertinya.


“Oppo F1s ini mempunya kamera belakang dengan resolusi 13MP. Lengkap dengan LED Flash dan aperture f/2.2. Sedangkan untuk kamera depannya malah lebih gila lagi. 16MP dengan aperture f/2.0 dan sensor 1/3.1 + Beautify 4.0. Jadi ngga usah kuatir masalah jerawat kadas kurap mengganggu selfiemu. Mau dinonaktifkan juga tinggal di geser ke kiri aja. Cuma bikin vlog yang lebih banyak nampangin muka mah, Oppo F1s ini jagonya malah”. Tuntas Bang Song sembari menyeruput es tehnya.




“Wah... abang tau vlog juga tah bang?”. Saut Jason yang baru saja menghabiskan baksonya.

“Yaelah gini-gini mah, saya juga suka nonton para youtuber keles. Koneksi udah 4G lak eman kalo ngga di manfaatin. Saya paling suka nonton channel-nya si gamer itu lhoo... Reza... Reza ‘Arap’ Oktovianusmaniani kan? Saya suka nonton itu...”. Jawab Bang Song sok cool.

“Oktovian kali bang -_- nyessel ane udah sempet kagum sama abang”. Jason menggerutu kecewa.

“Bisa jadi opsi nih Oppo F1s buat ente Al... sekalian besok kita testing, aku temenin”. Sambung Jason

“Oke dah, kalo gitu. Makasi juga ya bang. Ini total jadi berapa semua bang?”. Tanya Ali sambil beranjak dari tempat duduknya.

“20000 aja total semuanya”. Jawab Bang Song.

“Eh iya bang, for the very-very-very last nih bang, nama abang siapa sih?”. Tanya Ali sembari senyum agak manis.

“Nama saya Song-Jung Ki. Kenapa? hahaha”. Jawab Bang Song dengan nada bercanda.

“Oh... pantes... kayak familiar gitu mukanya... pas liat abang, entah kenapa jadi inget acara Super Family 1000”. Ali pun sudah mulai ngaco!

“Yowes... suwun yo bang!”. Sambung Jason.

Disinilah akhir dari pertemuan mereka. Berpisah dengan saling bertukar senyuman. Memberikan pesan bahwa jika ada waktu luang dan kesempatan, pertemuan kembali akan terjadi. Meskipun belum tentu kapan, yang pasti... dua mangkok bakso dan percakapan yang terjadi barusan, sudah ter-arsip dalam folder kenangan.

***Bersambung***


Gimana sinetronnya? Sudah habis tisu berapa bendel? Hahaha.

Di acara Oppo Community F1s Meet Up kali ini, aku belajar 3 hal baru. Yang pertama adalah pengetahuan mengenai Oppo F1s *yang sukses bikin ngiler*. Kedua adalah melihat secara langsung bagaimana pelayanan dari pihak Oppo terhadap keluhan penggunanya. Dimana pada saat itu juga O-fans yang hadir bisa komplain, curhat, segala macem lah pokoknya tentang produk Oppo selama ini. Langsung di jawab di tempat. Yang menurutku, ini adalah bentuk komitmen Oppo untuk lebih meningkatkan lagi kenyamanan dan kepuasan para usernya. Mendapat jawaban langsung atas unek-unek yang kita miliki secara langsung! Tanpa dilempar kesana-sini. *pengalaman kalau komplain biasanya gitu :v #maapcurcol


Dan hal yang ketiga adalah belajar bagaimana menikmati daging, meskipun tanpa nasi. Simple banget, dagingnya dibanyakin! Hahahaha #dasarMahasiswa.

Acara ditutup dengan foto bersama dan pembagian hadiah kepada pemenang lomba live tweet. Alhamdulillah @eobbher nyantol dikit.

Alhamdulillah...

Alhamdulillah (Season 2)


Kesimpulannya, acara ini... keren! Meskipun cuma sebagai selundupan, semoga bisa hadir lagi tahun depan! Amiiiin ~

Share:

Selasa, 20 September 2016

Menikmati Senja Sederhana di Selat Madura


Senja adalah salah satu cara alam membius penghuninya. Penghangat hati yang pernah terkapar dan terlunta-lunta. Penggali kenangan yang sudah lama terkubur dalam. Katalis rasa yang melebihi kata-kata. Hingga alasan lahirnya penyair caption dan hashtag tiba-tiba.

Hari itu, sepeda motorku melaju dengan kecepatan rata-rata. Menyusuri jalanan weekend kota Surabaya. Bersama kawan-kawan lama yang dulunya sih, biasa main petak umpet. Dimana yang jaga pada permainan terakhir, selalu menjadi korban ditinggal pulang sendirian. Ya, merekalah teman masa kecilku. Teman yang dulu kucel dengan ingus belepotan sampai ke jidat. Jidat orang lain pula :v haha. Tanpa terasa, bekas cukuran kumis dan jenggot kita sudah sama-sama kasar dan nampak nyata.

Jujur, ini pertama kali aku hangout bareng mereka. Tertawa lepas gegara film Warkop DKI Reborn yang baru saja kita tonton bersama. Dan sekarang, kita sedang dalam perjalanan pulang menuju Pelabuhan Penyebrangan Perak, Surabaya. Salah satu tempat dimana senja, membuai penikmatnya. Nostalgia dan senja. Sepertinya, bakalan cocok buat jadi judul sinetron pendek. *mungkin


Waktu di layar handphone menunjukkan waktu 17.00 WIB. Motor sudah terparkir dengan kunci ganda. Ku segerakan langkah untuk menuju lantai atas untuk mencari spot ternyaman untuk menikmati senja. Ditemani desiran ombak yang sedikit membuat kapal bergoyang, serta belaian angin laut dengan bau asinnya. This is it... mata dan lensa kamera, tak henti-hentinya terpesona oleh suguhan sederhana ini.




Ada banyak cara sebenarnya, untuk menikmati senja dengan lebih sempurna. Salah satunya adalah dengan suasana laut yang di tawarkan oleh Selat Madura ini. Bersama kapal-kapal yang nampak seperti sedang parkir seenaknya. Apalagi ditemani mbak-mbak yang entah siapa namanya tepat disebelah kita. Yah, meskipun keinginan untuk nyender di bahu hanyalah ilusi semata, minimal mata kita menatap ke arah senja yang sama. #duhMbak

Ah, terkadang senja bisa membuat orang biasa tampak seperti penyair kawakan. Padahal kan, senja cuma salah satu agenda harian. Hanya beberapa menit masa, ketika matahari bertukar tempat dengan bulan. Entahlah... aku sendiri juga ngga terlalu faham kenapa senja begitu istimewa.

Yang pasti, tanpa ku sadari... aku sudah menjadi salah satu penikmat senja. Senja sederhana, di Selat Madura.

Wassalam ~
Share:

Rabu, 07 September 2016

3 Benda yang Harus Ada di Dalam Dompet

Pernah ngga bepergian kemudian teringat suatu hal dan balik lagi ke rumah?. Ketika sudah setengah jalan atau bahkan tinggal beberapa centimeter lagi menuju tempat tujuan. Udah kecium tuh baunya tempat yang akan dituju, eh malah harus rela balik demi benda tersebut.

Salah satu benda yang akan membuatku balik lagi ke rumah jika sadar benda ini tertinggal, adalah dompet. Dan jika ditanya pun alasannya kenapa, kebanyakan orang tentu akan menjawab karena ‘uang’. Tapi, beda buatku! (sambil pasang muka songong). Di dompet, uang hanyalah nomor dua. Karena... emang jarang banget sih dompetku isinya uang, hahaha.

But gaes, kali ini aku ngga bakal bahas kenapa dompetku jarang berisi uang. Santai aja!. Aku akan membahas kenapa benda yang namanya dompet ini, menjadi benda yang sangat krusial untuk selalu dibawa. Kenapa si dompet ini layak diperjuangkan! Bahkan lebih pantas diperjuangkan dari hubungan kita yang tak tentu arah dan tujuannya! #eh #kokNgeFeel :P

Dan berikut... adalah 3 benda yang wajib ada di dalam dompetku, yang bisa kalian ambil hikmahnya. *mungkin :v


Uang

Sebagaimana mestinya, alasan terkuat dibuatnya benda yang berinisial dompet ini adalah tempat untuk menyimpan uang. Entah itu uang logam, atau yang paling sering adalah uang kertas. Awalnya, dompet yang sering kita jumpai saat ini mulai berkembang pada tahun 1690. Dimana pada tahun yang sama pula, uang kertas pertama kali diperkenalkan di Massachusetts. Begitulah sejarah singkat bangetnya dompet.

Jadi, yang perlu digaris bawahi gaes!. Sejatinya dompet adalah tempat untuk menyimpan uang. Ingat! TEMPAT UNTUK MENYIMPAN UANG!. Bukan untuk menyimpan sendal baru punya temen, pulpen hasil curian di kelas, apalagi kenangan dan perasaan yang tak tersampaikan... #uhuk!

Gitu ya gaes...

Kartu Tanda Pengenal (KTP)

Jika diibaratkan, dompet dan KTP ini mungkin ibarat HP Android dan PowerBank. HP Android ngga akan terlalu masalah meskipun tanpa PowerBank sebenarnya. Namun ketika daya HP ini habis, pastinya kita membutuhkan colokan donk? Membutuhkan PowerBank donk?. Sama seperti dompet yang ketika hilang, atau lupa, atau ketinggalan, atau dicopet dan atau-atau yang lainnya. Untuk mengetahui siapa pemilik dompet tersebut? ya jelas KTP ini yang akan menjadi rujukan pertama bagi si penemu dompet yang hilang di telan harapan~

Yah, seenggaknya buat para copet bisa bangga lah kalau ketika tau bahwa yang punya dompet namanya Mad Dog. The Most Greget Copet of The Year bisa nyopet punya bang Mad Dog :v

Gitu ya gaes... (part II)

Surat Wasiat

Hah? Surat wasiat? Ngga sekalian surat tanah sama suratan takdirmu bang? :v”

Yah... mungkin begitulah pikiran pertama kalian ketika membaca kata surat wasiat. Meskipun ngga lebay kayak diatas sih haha.

Surat wasiat yang aku maksud disini bukanlah surat wasiat yang seperti biasanya. Melainkan lebih ke surat yang ditujukan kepada orang yang menemukan dompet kita, jikalau dompet kita hilang. Bingung ngga sih dengan penjelasan tadi? Hahaha ini adalah contoh surat wasiat  yang ada di dompetku.


Untuk lebih kerennya, surat ini bisa diganti dengan kartu nama. Hampir sama seperti KTP, namun kartu nama ini biasanya didesain lebih bebas, lebih kece, dan disertai kontak yang bisa dihubungi. Tapi pada kenyataanya, ngga semua orang punya *termasuk aku. Jadi bisa menggunakan alternatif seperti apa yang aku lakukan diatas. Setidaknya, hal ini bisa membantu orang baik yang menemukan dompet kita dan ingin mengembalikannya.

Gitu ya gaes... (part III)

*bentar lagi jadi judul film nih :v


Kalau diatas aku sudah bahas tentang benda-benda ‘primer’ yang wajib ada di dalam dompet. Sekarang aku mau menambahkan benda-benda ‘tersier’ yang tanpa disangka-sangka, akan menjadi penting tergantung situasi dan keadaan bau mulut kita. Berikut adalah rentetan benda-benda tersebut.


Pas foto 3x4 & Fotocopy KTP

Bagi diri ku pribadi, penting untuk menyimpan foto kita sendiri (kalau bisa yang  3x4 resmi). Hah? nyimpen foto sendiri? cieee.... jo...; Iye! karena aku jomblo, single, sendiri, solo karir, ngga punya pacar! Entah apalah namanya. Puas luh? -_- #skip. Selain karena alasan yang ada sebelum kalimat ini, foto diri kita akan menjadi penting ketika tiba-tiba membutuhkannya. Seperti misal, ketika ingin mendaftar/mengurus dokumen yang bersifat resmi (biasanya yang berbau hukum atau pemerintahan) atau admisnistrasi yang membutuhkan pas foto. Begitu juga fotocopy KTP. Dan aku pribadi, sudah berkali-kali merasakannya. Hingga menjadikan kedua benda ini wajib ada di dalam dompet.

Surat-surat kendaraan

Nah, kalau yang ini sepertinya ngga usah dijelasin panjang lebar lah ya kenapa harus ada ketika bepergian. Malu lah sama kumis. Malu sama kutek kuku kalo masih nanya ini kenapa harus ada di dalam dompet.

e-Money

Ini adalah contoh, ketika jaman sudah berkembang dan menuntut kita untuk mengikuti perkembangan tersebut. Sebagai salah satu manusia yang lumayan updatable, aku juga merasa bahwa e-Money ini penting. Meskipun e-Money yang aku punya hanya kartu ATM. Intinya, ada kartu yang bisa dijadikan pengganti pembayaran lah.

Uang Receh

Dan yang terakhir juga paling penting terutama buat seorang toiletman sepertiku, adalah uang receh atau uang pecahan kecil. Seperti yang sama-sama kita tahu, bahwa kencing dan saudara-saudaranya itu ngga gratis. Kudu modal kalau pengen kencing dengan elegan! #eah. Jadi penting untuk membawa ‘uang kecil’ di dalam dompet.


Gitu ya gaes... THE MOVIE (Coming Soon at Bioskop kesayangan mantan anda)

*nah kan jadi film beneran :v

Wassalam!


NB :
Buat kalian yang punya saran benda apa lagi yang harus ada di dompet mungkin bisa di serukan via comment di bawah. Thanks and kecup manja gaesss #ueeek
Share:

Selasa, 14 Juni 2016

Pilih Mana, Lima Ribu Jadi Gorengan atau Jadi Emas?

Mungkin judul diatas akan jadi pertanyaan satu juta dolar jika ditanyakan sama orang yang lagi puasa. Pertanyaan yang akan membutuhkan waktu cukup lama untuk menentukan jawabannya. Antara investasi buat nikah (kalau udah ada jodohnya), atau investasi perut yang sudah broadcasting bekali-kali.

efek nulis postingan ketika menjelang adzan maghrib :)

Mari lupakan tentang kondisi ‘lagi puasa’ dan kembalikan fokus pada pertanyaan:

“Pilih mana, lima ribu jadi gorengan atau jadi emas?”

Lima ribu jadi emas? Emas apaan lima ribuan? Emas emas yang biasa jualan cilok saos kacang apa gimana?

Mungkin itulah yang ada di benak kita semua ketika mendengar lima ribu jadi emas. Jadi gorengan aja udah syukur, ini malah jadi emas. It's like a mission impossible right? #apasih

Wait! Ngomongin soal Mission Impossible, kayaknya sih belum tayang saat ini di bioskop. Mungkin belum juga di produksi. Atau mungkin karena Bang Tom Cruise yang lagi sibuk nabung duit lima ribuannya jadi emas.

Karena faktanya, lima ribu bisa jadi emas adalah sebuah kenyataan. Kenyataan yang telah diwujudkan oleh Pegadaian dengan program tabungan emasnya. Cukup dengan lima ribu! LIMA RIBU! Sungguh sangat super sekali. Tak heran jika Bang Tom Cruise sampai menunda syuting filmnya.

Tabungan Emas adalah layanan pembelian dan penjualan emas dengan fasilitas titipan dengan harga yang terjangkau. Layanan ini memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berinvestasi emas.
Begitulah pengertian program tabungan emas yang aku stalking langsung dari website Pegadaian. Sekali-kali boleh lah stalking hal-hal beginian. Demi investasi masa depan... haha.

Hal yang dulu sering kita lakukan saat ke Pegadaian

Pegadaian tidak lagi hanya menjadi tempat untuk melakukan transaksi gadai barang. Semakin berkembangnya zaman, Pegadaian bak sedang mencoba berevolusi untuk lebih memberikan pelayanan dan kenyamanan lebih kepada masyarakat. Salah satunya adalah dengan program tabungan emas ini. Jadi ngga usah kaget kalau melihat anak-anak muda kece ke pegadaian untuk masa depan mereka. Siapa tau juga itu ternyata aku. Hahaha



Banyak sekali keuntungan yang kita bisa dapat saat menabung emas di pegadaian. Selain untuk masa depan tentunya. Berikut adalah beberapa keunggulan yang berhasil aku usut setelah stalking.
  1. Pegadaian Tabungan Emas tersedia di Kantor Cabang di seluruh Indonesia (sementara hanya tersedia di Kantor Cabang Piloting).
  2. Pembelian emas dengan harga terjangkau (mulai dari berat 0,01 gram).
  3. Layanan petugas yang profesional.
  4. Alternatif investasi yang aman untuk menjaga portofolio aset.
  5. Mudah dan cepat dicairkan untuk memenuhi kebutuhan dana Anda.

Prosedur Tabungan Emas Pegadaian
  1. Membuka rekening Tabungan Emas di Kantor Cabang Pegadaian hanya dengan melampirkan fotocopy identitas diri (KTP/ SIM/ Passpor) yang masih berlaku.
  2. Mengisi formulir pembukaan rekening serta membayar biaya administrasi sebesar Rp. 5.000,- dan biaya fasilitas titipan selama 12 bulan sebesar Rp. 30.000,-.
  3. Proses pembelian emas dapat dilakukan dengan kelipatan 0.01 gram dengan atau sebesar Rp. 5.480,- untuk tanggal hari ini (13-06-2016). Misalnya jika ingin membeli 1 gram, maka harganya adalah Rp. 548.000,- .
  4. Apabila membutuhkan dana tunai, saldo titipan emas Anda dapat dijual kembali (buyback) ke Pegadaian dengan minimal penjualan 1 gram dan Anda dapat menerima uang tunai sebesar Rp. 527.000,- untuk tanggal 13-06-2016.
  5. Apabila menghendaki fisik emas batangan, Anda dapat melakukan order cetak dengan pilihan keping (5gr, 10gr, 25gr, 50gr, dan 100gr) dengan membayar biaya cetak sesuai dengan kepingan yang dipilih.
  6. Minimal saldo rekening adalah 0.1 gram
  7. Transaksi penjualan emas kepada Pegadaian dan pencetakan emas batangan, saat ini hanya dapat dilayani di Kantor Cabang tempat pembukaan rekening dengan menunjukan Buku Tabungan dan identitas diri yang asli.

#MenabungUntukMasaDepan

Selain itu, segala transaksi beserta pendaftarannya bisa kita lakukan secara online. Jadi bisa kita akses dan pantau dari mana saja dan kapan saja. Pantes Bang Tom Cruise bisa daftar juga. Semuanya online sih, jadi ngga ada lagi yang namanya batasan wilayah.

Jadi, lima ribu jadi gorengan atau jadi emas?

Share:

Jumat, 03 Juni 2016

Jus Apel Ironi di Jum'at Pagi



Untuk beberapa alasan, aku mencoba mengeraskan pikiran ketika bangun tidur tadi. Menoleh kanan dan kiri mengamati jalanan di pagi hari. Mencari secuil inspirasi untuk ditukarkan berkah hari ini.

Jus apel segar ku beli guna membantu inspirasi itu datang. Namun nyatanya ini bukan seperti jus apel yang aku bayangkan. Tetapi lebih terasa seperti jus susu dengan sedikit banget rasa apel. Jus dimana porsi es batu dan susunya, lebih banyak dibandingkan buah apelnya. Ah! Sungguh sebuah "ironi di pagi hari".

Aku duduk santai disamping gerobak sederhana jus buah tadi. Menikmati suasana kota Bangkalan dari jalan tepi. Memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang tanpa henti. Seakan-akan kesibukan semua orang pagi itu tumpah ruah di jalanan.

Ketukan demi ketukan ku arahkan pada layar persegi berukuran 5 inchi. Sembari sesekali menikmati jus apel yang diselimuti ironi. Mencoba mendapatkan sesuatu untuk diperhatikan diantara padatnya kesibukan jalan. Menyulam kata demi kata dengan perlahan. Berharap jadi satu postingan yang akan terpampang di blog nanti. 

Intinya, nulis!


***


Hari ini, bisa dibilang biasa aja. Sama seperti hari-hari yang lalu. Cicilan project tugas kuliah. Percobaan menghibur diri yang kadang sampai kelewatan seharian. Menjadwalkan apa yang akan dilakukan meski pada akhirnya tetap jadi 'jadwal'. Juga sedikit hal-hal yang anak muda lakukan biasanya.

Dan kegiatan awal yang aku mulai untuk pagi ini adalah bayar pajak sepeda motor.

Yes! Pekerjaan yang 'anak muda' banget! Haha.

"Anggap saja lagi jalan-jalan"

Persepsi yang coba aku tancapkan dalam pikiran sambil memanaskan mesin motor. Mengecek kondisi ban depan dan ban belakang. Takutnya posisi mereka tiba-tiba dekat karena kangen sudah lama terpisahkan #hallah. Menarik nafas dalam-dalam. Dan mengeluarkannya secara perlahan selaras dengan tarikan gas di tangan kanan. Let's go gaess...

Tiba-tiba!

"Din!". 

Suara lantang menghatam keras gendang telingaku.

"Din! Tunggu din!". 

Suara yang menghentikan tarikan gas motorku.

"Tunggu!". 

Dengan berlari-lari kecil dia menghampiri ku. Dan...

#pakk!

Tangan itu meraih pundakku.

Suara lantang yang merdu, lari-lari kecil yang sendu, hingga dekapan hangat di bahu. Mungkin itu semua akan jadi begitu syahdu jika pemilik suara dan tangan tadi adalah seorang wanita cantik pemeran utama ftv.

Namun sayangnya, ini bukan televisi... gaes!. Si pemilik suara tadi, adalah bapakku. Ya, pemilik suara lantang dan orang yang lari mengejarku adalah bapakku.

"Nak, kamu salah motor... ayo balikin sama yang punya". Ucap bapakku syahdu.

Hening sejenak.

Aku tatap motor yang aku tumpangi. Aku tatap kembali ke mata bapak. Seakan-akan ada isyarat untuk menoleh ke belakang. Dan ketika aku menoleh. Benar saja, si empunya motor langsung membalas tatapanku tajam. Seakan-akan berkata :

"Cakep juga nih bocah! Leh uga nih dibawa pulang".

Oh men! Sangat manis sekali. Seandainya tatapan itu ngga datang dari seorang bapak-bapak bertampang preman ala sinetron pukul 7 malam. Sekali lagi! Kita ngga lagi ada di televisi. Tapi aura bapak-bapak ini membawa kita disitu bak sedang ada di salah satu scene ftv.

#cut!

Oke. Tanpa basa basi aku turun dengan perlahan. Meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan. Tak lupa juga memasang muka melas penuh harap pengampunan. Dan mengganti motor. Melakukan pengecekan 'safety riding' seperti biasa. Dan yang paling penting melakukan pengecekan, ini motor bapak udah bener apa belum.

Yosh! Mari tancap!

Aku berangkat dengan pasti, menyusuri jalanan di jum'at pagi. Tempat tujuanku adalah kantor Samsat Bangkalan. Bayar pajak bro! Biar jadi warga negara yang baik dan benar.  Dan motorku melaju dengan santainya.


***

Agak kesiangan sepertinya.

Begitulah gambaran yang terlintas di pikiran ketika melihat segerombolan pelajar SMP turun dari angkot. Sedikit bernostalgia dengan seragam coklat yang mereka gunakan. Masa-masa dimana angkot kosong adalah prioritas dan duduk di kursi sebelah supir adalah sebuah kesenangan tesendiri. Ah... umur!

Aku terus memacu laju motor dengan sederhana. Seakan nostalgia tadi menjadi lagu pengiring dalam sebuah cerita. Waktu pun ikut terhanyut karenanya. Tanpa sadar, aku sudah memasuki daerah kota, dan sampai di kantor Samsat Bangkalan. 

Aku menyalakan lampu sein kiri, dan mulai memutar kendali dengan hati-hati. Tepat ketika aku melewati gerbang, seorang lelaki paruh baya menyambut kedatanganku dengan senyumnya. Tanpa berkenalan pun, aku sudah bisa menebak siapa beliau. Aku bergegas menuju tempat kosong diantara jejeran sepeda lainnya. Memastikan posisi sepeda motor sudah mantap dan melepas helm. Aku sempat menoleh ke arah pria paruh baya tadi. Lagi-lagi, beliau mensuguhkan senyumannya. Namun kali ini sedikit berbeda. Seakan-akan beliau berkata :

Kita akan bertemu lagi setelah kamu selesai, pemuda!

Ya. Dialah orang yang menyambut kedatanganku, juga orang yang akan melepasku pergi di Samsat hari itu. Selamat bertugas! Pak parkir!

Aku bergegas menuju sebuah loket di belakang kantor Samsat untuk membeli map. Yang kalau ngga salah, beberapa bulan yang lalu harganya masih Rp. 1000 per buahnya. Sekarang sudah berevolusi menjadi Rp. 5000 per buahnya. Wow kah? Positif thinking sajalah ya. Mungkin bahan untuk membuatnya lebih ‘berkualitas’ dibanding beberapa bulan yang lalu.

Ngga ada yang spesial selama aku melakukan pembayaran pajak. Semua ketentuan dan alurnya sudah terpampang jelas di sebuah papan yang ada dalam ruangan pendaftaran. Tinggal baca persyaratannya, lengkapi dan daftarkan formulir dengan map ‘berkualitas’ beserta STNK dan KTP asli di dalamnya. Dan proses menunggu pun dimulai.

Sempat terbesit untuk melakukan testing pada toilet yang ada di Samsat. Tapi jariku sudah terlanjur beradu dengan keyboard virtual di handphone untuk menyelesaikan target hari ini. Nulis!

Lebih dari sepuluh paragraf tercipta ketika proses menunggu pembayaran pajak. Sampai akhirnya nama bapakku disebut melalui sound system untuk menghadap loket dua. Pembayaran dilakukan. Dan selesai! Mudah kan? 

Jadi... kapan bayar pajak? Hahaha

Aku keluar Samsat dilepas dengan ikhlas oleh Pak Parkir sesuai janjinya. Masih dengan orang yang sama, baju yang sama, serta senyum yang sama saat beliau menyambut kedatanganku.

Sempat berpikir untuk langsung pulang. Tapi sepertinya, 10 pragraf yang aku rangkai tadi harus segera kulanjutkan. Selagi semangatnya masih ada, tinggal menambah sedikit suasananya. Dan Stadion Gelora Bangkalan adalah tempat yang ku tuju selanjutnya. Tempatku mengadu jari-jari sekali lagi. Hingga jadilah tulisan ini.

Ini adalah sebuah tulisan yang ku buat pada hari Jum’at pagi. Tentang pagi berganti siang dengan melakukan kegiatan yang ‘anak muda’ banget! (baca: bayar pajak sepeda motor). Dan menghabiskan segelas jus apel ironi sebagai penutupnya.
Share: